Menempati nomor tujuh dalam daftar 10 Teknik Disiplin Terburuk menurut psikoterapis James Windell dalam bukunya,Discipline, kali ini kita akan cermati yang ia sebut dengan istilah reaksi emosional berlebihan.
“Orangtua sering tidak konsisten dalam merespons perilaku anak,” kata Windell. Ketika mereka dalam kondisi gembira, mereka bisa bersikap ramah bahkan membiarkan perilaku buruk anak. Namun saat mengalami kondisi tertekan atau banyak masalah, ayah-ibu lantas memunculkan reaksi berlebihan pada perilaku yang mungkin sebetulnya tidak seberapa buruk. Anak akan memperoleh dosis kemarahan, kritik, hukuman, atau nasihat yang lebih tinggi. Jadi, respons orangtua tidak sebanding dengan derajat pelanggaran disiplin anak.
Hari-hari itu Ibu G sedang mendapat masalah di tempat kerja, Sudah beberapa waktu belakangan ini, Ibu G adu argumen dengan bosnya di kantor soal pengaturan jam kerja lemburnya yang berlebihan. Di rumah, ibu G juga bertengkar dengan suaminya.
Kelelahan bekerja, rasa kesal pada bos, ditambah dengan relasinya yang sedang kacau dengan suami, membuat Ibu G naik pitam saat putrinya L yang berumur tujuh tahun datang membawa surat dari guru di sekolahnya. Surat itu memberitahukan bahwa L sulit diatur di kelas dan sering lalai mengerjakan PR.
Ibu G betul-betul meledak marah, marah sekali pada L..
“L, tega-teganya kamu melakukan ini pada Ibu! Sungguh memalukan. Kenapa kamu begitu malas dan tidak tahu aturan? Ibu marah dan malu sekali, gurumu sampai harus menyurati Ibu seperti ini. Kamu sungguh bikin malu ibu! Jangan sampai ibu terima surat seperti ini lagi. Selama tiga minggu ke depan kamu nggak boleh main di luar, harus belajar terus di rumah! Ibu mau lihat apa kelakuanmu bisa jadi lebih baik. Ibu nggak yakin kamu bakal jadi lebih baik kalau cara belajarmu masih seperti sekarang.”
Boleh dibilang, ‘dosa’ terbesar orangtua adalah ketidaksabaran. Kita tidak sabar karena kita lupa bahwa anak-anak tidak bisa membaca pikiran kita, bahwa anak-anak adalah pribadi yang punya pola pikir dan selera sendiri, bahwa ada waktu yang akan membantu mereka untuk lebih matang secara raga maupun jiwa, dan bahwa anak-anak itu ya anak-anak.
Biasanya orangtua seperti Ibu G belakangan akan sadar bahwa dia sudah menunjukkan reaksi berlebihan, dan sebenarnya hanya melampiaskan pendaman emosinya sendiri pada anak. Namun kesadaran itu datang terlambat. Kata-kata yang keluar saat kita melampiaskan amarah dan emosi-emosi negatif lain terhadap anak-anak akan menyakiti dan merusak persepsi mereka tentang diri sendiri, orangtua, atau kehidupan.
Kata-kata penuh amarah bisa tersimpan lama dalam kenangan anak-anak, kenangan yang akan kita sesali di kemudian hari. Satu-satunya imunisasi bagi penyakit bernama ‘penyesalan’ adalah kesadaran (eling). (Bersambung)
Serial artikel 10 Teknik Disiplin Terburuk:
1. Kekerasan Fisik
2. Paksaan/Ancaman
3. Teriakan/Bentakan
4. Tuntutan Seketika
5. Nagging (Desakan)
6. Ceramah Moral
7. Reaksi Emosional Berlebihan
8. Mempermalukan
9. Memasang Perangkap
10. Membangkitkan Rasa Bersalah Berlebihan
no replies