KONTAK |  KEGIATAN | REKOMENDASI BUKU |

  • CM
    • Sekapur Sirih
    • Profil Charlotte Mason
    • 20 Butir Filosofi CM
    • Serial Home Education
    • Leksikon Metode CM
    • Bahan Belajar Metode CM
  • CMid
    • Tentang CMid
    • Keanggotaan CMid
  • KOLOM
  • PODCAST
CMIndonesia.com
  • BAHAN BELAJAR
    • PRINTABLES
      • KERTAS BERGARIS
    • REKOMENDASI BUKU #1
  • CYB
    • ORDER
    • RESELLER & DROPSHIPPER
  • ARTIKEL
    • Opini
    • Resensi
    • Sosok
    • Tanya Jawab
    • Wawancara
    • Praktik CM
    • Refleksi CM
    • Pengasuhan
    • Pengembangan Diri
    • Kata Riset
    • Mancanegara
  • BERITA
  • CM
    • Sekapur Sirih
    • Profil Charlotte Mason
    • 20 Butir Filosofi CM
    • Serial Home Education
    • Leksikon Metode CM
    • Bahan Belajar Metode CM
  • CMid
    • Tentang CMid
    • Keanggotaan CMid
  • KOLOM
  • PODCAST
  • BAHAN BELAJAR
    • PRINTABLES
      • KERTAS BERGARIS
    • REKOMENDASI BUKU #1
  • CYB
    • ORDER
    • RESELLER & DROPSHIPPER
  • ARTIKEL
    • Opini
    • Resensi
    • Sosok
    • Tanya Jawab
    • Wawancara
    • Praktik CM
    • Refleksi CM
    • Pengasuhan
    • Pengembangan Diri
    • Kata Riset
    • Mancanegara
  • BERITA
May 9, 2012  |  By Ellen K In Pengasuhan
Teknik Disiplin Terburuk #1
Kekerasan fisik masih acap digunakan untuk mendidik anak. (Dok. Istimewa)
Kekerasan fisik masih acap digunakan untuk mendidik anak. (Dok. Istimewa)
Post Views: 233

Salah satu buku parenting paling awal yang saya miliki adalah Discipline: A Sourcebook of 50 Failsafe Techniques for Parents tulisan James Windell, seorang psikoterapis Amerika yang mengkhususkan diri menangani masalah-masalah keluarga.

Buku ini saya beli dari toko buku bekas khusus buku-buku impor dengan harga sangat murah, tetapi isinya sungguh mencerahkan bagi saya sebagai ibu anyaran waktu itu. Windell menyampaikan poin-poinnya secara tegas tapi sederhana, dengan berbagai contoh kasus yang pas, sehingga membuat saya mudah memahami penerapannya.

Sekalipun sekarang saya sudah membaca lebih banyak buku dan bisa bersikap lebih kritis terhadap sudut pandang Windell tentang disiplin, saya tetap menganggap ada beberapa bab dalam bukunya yang sangat layak untuk dibaca oleh lebih banyak orangtua. Untuk itu, mulai dari posting hari ini hingga beberapa kali posting mendatang, saya berencana menyajikan secara berseri saduran bebas dari bagian-bagian bukunya itu. Diskusi tentang poin-poin Windell saya persilahkan.

Kekerasan fisik. Ini adalah teknik disiplin terburuk nomor satu yang ada di daftar Bab Kedua buku Windell, yang ia beri judul “Sepuluh Teknik Disiplin Terburuk”.

Kekerasan fisik bukan sekadar memukul pantat (spanking) atau mencablek (swatting). Windell tahu masuk banyak orangtua yang memandangnya hukuman fisik sebagai teknik disiplin yang sah. Yang dimaksud Windell dengan kekerasan fisik adalah memukul keras dengan tangan atau benda (hitting), memukuli berkali-kali (beating), menampar, meninju, dan beragam bentuk serangan fisik terhadap anak.

Orangtua masa sekarang sebenarnya sudah jauh lebih sadar ketimbang orangtua di masa lampau betapa seriusnya dampak kekerasan fisik bagi kesehatan mental anak. Anak bisa mengalami kehancuran harga diri, berbagai masalah dan gangguan perilaku yang terbawa sampai dewasa. Sangat mungkin, pengalaman diserang secara fisik ketika kanak-kanak akan menghasilkan perilaku kekerasan di masa dewasa, seperti kekerasan dalam rumah tangga dan berbagai bentuk tindak kriminal serta kekerasan lain. Tidak ada bukti bahwa menggunakan kekuatan fisik pada anak-anak menghasilkan apa pun yang positif dalam hidup mereka.

Satu contoh penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh orangtua, yang bisa digolongkan serangan fisik, diilustrasikan dalam satu situasi di antara Ibu B dan M, putrinya yang berumur 7 tahun.

Pada suatu hari kerja ketika Ibu B hendak menitipkan anak-anaknya ke seorang pengasuh (selain M, ia punya anak lelaki berumur 6 tahun), M sepertinya bertekad untuk tidak mau bekerjasama. Ibu B merasa makin tegang karena berkejaran dengan waktu. Ia bergegas menyiapkan diri untuk ke kantor sementara mengemasi perlengkapan yang dibutuhkan anak-anaknya di rumah sang pengasuh. M dengan keras kepala berlambat-lambat ganti baju lalu merengek minta disuapi.

Ibu B mencoba sesabar mungkin sementara dia menjelaskan pada M bahwa dia akan makan di rumah sang pengasuh dan dia betul-betul tak punya waktu untuk membantu M sekarang. M lalu menangis keras-keras, menghentak-hentakkan kaki, dan memaki ibunya, “Ibu nakal!”

“Terserah apa katamu!” jawab Ibu B. “Kamu tetap harus ganti baju untuk pergi ke rumah pengasuh dan maaf Ibu tak punya waktu untuk menyuapimu.”

Sesaat kemudian, pengasuh itu datang menjemput. Anak lelaki Ibu B keluar rumah untuk menyambutnya. Tapi M menolak menemuinya, dan terus-menerus melontarkan kata-kata yang menyakiti hati ibunya. Ibu B mulai merasa putus asa sementara dia mengawasi jam dinding sambil memoleskan lipstik.

“Ibu peringatkan ya!” dia berteriak ke arah M. “Pergi dan ikut Mbak X atau kamu akan mendapat masalah besar!”

M menyambar ranselnya dan menjerit sementara ia mendorong pintu sekuat tenaga. “Aku nggak mau lagi tinggal di sini!” Itu adalah hantaman terakhir sebelum kesabaran Ibu B runtuh. Dia juga lari mengejar M yang sedang menyeberangi pekarangan. “Kalau kau berani keluar dari pagar, tahu rasa nanti!” ancamnya.

M tidak peduli dan terus berlari. “Ibu pukul kamu kalau kau tidak kembali!” teriak Ibu B sementara anak lelakinya dan sang pengasuh memandang tertegun. Ibu B melangkah kaki lebar-lebar untuk menjajari M. Begitu ibu B menyambar leher bajunya, M mulai merengek dan mengubah nada suaranya.

“Iya, iya! Aku pulang! Jangan pukul!”

“Telat!” sahut Ibu B dan dengan diamati oleh si pengasuh dan satu atau dua tetangga, dia mulai memukuli pantat M dengan tasnya. M mulai menangsi melolong dan lari menuju rumah, melepaskan diri dari cengkeraman tangan Ibu B di jaketnya.Terjadi kejar-kejaran lagi. Ibu B terengah-engah menyusul anak perempuannya sambil memarahi M yang telah membuatnya terlambat ke kantor. Dia menangkap M sebelum sempat melewati pintu depan. M menjerit, “Lepaskan aku, Ibu jelek, nakal!”

Ibu B betul-betul kehilangan kendali kali ini. Sambil menjerit balik, dia mulai memukul membabi buta, hantamannya mengenai pundak dan mendarat dua kali di muka M. Ketika M terjatuh, Ibu B menariknya paksa supaya berdiri. Sambil berseru-seru, “Ampun, Bu!” M ditarik ke arah si pengasuh.

Ini situasi yang umum terjadi di banyak keluarga ketika orangtua stress dan anak-anak tidak bersedia menurut segera. Kekerasan fisik yang terjadi jarang sekali menghasilkan apa pun yang berguna untuk perkembangan anak. Sebaliknya, sikap seperti itu hanya melahirkan kemarahan, kebencian, sikap permusuhan, dan sering pula hasrat untuk membalas dendam kepada orangtua yang telah melakukan kekerasan fisik itu. (Bersambung)

Serial artikel 10 Teknik Disiplin Terburuk:
1.  Kekerasan Fisik
2.  Paksaan/Ancaman
3.  Teriakan/Bentakan
4.  Tuntutan Seketika
5.  Nagging (Desakan)
6.  Ceramah Moral
7.  Reaksi Emosional Berlebihan
8.  Mempermalukan
9.  Memasang Perangkap
10. Membangkitkan Rasa Bersalah Berlebihan

Facebook Comments

Article by Ellen K

Ellen Kristi. Ibu tiga anak homeschooler, praktisi metode CM dan penulis buku "Cinta Yang Berpikir", berdomisili di Semarang. Dapat dihubungi lewat ellenkristi@gmail.com

Previous StoryBenahi Pendidikan dari Filosofinya
Next StoryTeknik Disiplin Terburuk #2

Related Articles

  • ular naga_736_420
    Apa Ruginya Kalau Anak Tidak Kenal Ninabobo dan Tembang Dolanan?
    View Details
  • tumbang anak_736_420
    Menguatkan Fondasi Proses Belajar Anak Sejak Usia Dini
    View Details

no replies

Leave your comment Cancel Reply

(will not be shared)

Charlotte Mason Indonesia

Media informasi pendidikan karakter. Menyajikan beragam berita, gagasan filosofis sampai tips dan trik bagi orang tua dan guru agar berhasil mendidik anak menjadi pribadi yang “berpikir tinggi, hidup membumi.”

Cinta yang Berpikir. Penulis: Ellen Kristi

Terbaru

  • DIBUKA: Program Daring “Pelatihan Mendewasakan Emosi” Angkatan #9 May 23, 2022
  • Pelatihan “Habit of Attention” Angkatan #2 April 4, 2022
  • Podcast #53: Belajar Sejarah yang Hidup dalam Metode CM March 27, 2022
  • Podcast #52: “Liberal Education for All”, Merdeka Belajar ala CM March 6, 2022
  • DIBUKA: Program Daring “Pelatihan Mendewasakan Emosi” Angkatan #8 February 26, 2022
  • Podcast #51: Memilih Sumber Belajar Metode CM February 6, 2022
  • DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #10 January 12, 2022
  • Pengantar Rekomendasi “Living Books” Tim Kurikulum CMid November 10, 2021
  • Rekomendasi Buku Terjemahan AO November 9, 2021
  • Rekomendasi Buku Lokal dan Terjemahan Selain AO November 8, 2021

Arsip

Charlotte Mason Indonesia

Alamat
Jl. Jeruk VII/24
Semarang 50249

Jam Kegiatan:
Senin—Jumat: 9:00AM–5:00PM

POPULER

  • DIBUKA: Program Daring “Pelatihan Mendewasakan Emosi” Angkatan #9 64 views | 0 comments | by admin | posted on May 23, 2022
  • Pengantar Rekomendasi “Living Books” Tim Kurikulum CMid 21 views | 0 comments | by admin | posted on November 10, 2021
  • Rekomendasi Buku Terjemahan AO 21 views | 0 comments | by admin | posted on November 9, 2021
  • Rekomendasi Buku Lokal dan Terjemahan Selain AO 20 views | 0 comments | by admin | posted on November 8, 2021
  • 10 Ciri Pribadi Kekanak-kanakan dan Solusinya 16 views | 0 comments | by admin | posted on September 16, 2017

KOMENTAR TERKINI

  • Ellen K on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #10
  • Endang sri wahyuni on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #10
  • Ellen K on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #10
  • Ain on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #10
  • Ica on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #10
  • BundaZiyan on Heidi Menjawab Pertanyaan Azka tentang Tuhan

Visitors

Today: 225

Yesterday: 1185

This Week: 10636

This Month: 58693

Total: 500245

Currently Online: 222

Copyright ©2011-2021 Charlotte Mason Indonesia. All Rights Reserved. || Web Development: Whoups Creative Co.