Charlotte Mason lahir di Inggris tahun 1842 dari seorang ayah lanjut usia dan ibu yang sakit-sakitan. Menjadi yatim piatu di usia enam belas tahun, Charlotte muda masuk ke sekolah guru. Setelah lulus, dia menjadi kepala sekolah taman kanak-kanak di desa. Meskipun tubuhnya lemah, Charlotte adalah pekerja keras. Performanya cemerlang. Dia gemar membaca, merenung, dan menulis. Karya-karya para filsuf, ilmuwan, dan pemikir pendidikan dicernanya dengan antusias. Banyak gagasannya yang melampaui zaman. Pada usia 22 tahun, misalnya, dia sudah merintis pendirian sekolah lanjutan atas bagi remaja putri.
Satu dekade kemudian, Charlotte mendapat posisi sebagai dosen perguruan tinggi di institut keguruan. Sayang, baru berjalan empat tahun, kesehatan Charlotte ambruk dan harus berhenti mengajar. Selama masa pemulihan, ia banyak mengunjungi desa-desa di Inggris, mengamati dan mencatat panorama alam dan sejarahnya. Kumpulan catatan ini menjadi bahan buku The Forty Shires: Their History, Scenery, Arts and Legends (1880). Buku ini dan lima seri judul geografinya yang lain ternyata laris di pasaran.
Seumur hidup, Charlotte melajang – suatu pilihan yang cukup umum di kalangan perempuan akademisi masa itu. Namun, pengalaman panjang berkecimpung di dunia pendidikan serta ketajaman benaknya membuat para orangtua terkagum-kagum saat dia memberi rangkaian kuliah tentang pengasuhan dan pendidikan anak. Bahan kuliahnya lantas dibukukan dengan judul Home Education (1886).
Para alumni kuliah dan pembaca mendukungnya mendirikan semacam serikat orangtua, Parents’ National Education Union. Cabang PNEU dibentuk di berbagai penjuru Inggris untuk memfasilitasi karya pendidikan dan pengasuhan, baik di keluarga maupun di sekolah. Salah satu model yang dikembangkan PNEU adalah kursus jarak jauh.
Charlotte pindah ke Ambleside tahun 1891 dan mendirikan sekolah gurunya sendiri, House of Education. Di sebelahnya, didirikan pula Parents’ Union School, sekolah gratis yang menjadi tempat para calon guru didikan Charlotte praktik mengajar. Metode pendidikannya sangat ramah anak: jam belajar singkat, tanpa drill atau hafalan garing, mata pelajaran bervariasi, tidak ada PR, tidak ada sistem ranking, banyak kegiatan hands on serta apresiasi seni dan budaya, serta jadwal teratur menjelajah alam dan bermain bebas.
Lewat usia paruh baya, Charlotte sudah susah bergerak, ke mana-mana harus dipapah. Namun wajahnya selalu penuh senyum dan semangat. Hari-harinya tetap sibuk: mengawasi kampus guru dan sekolah lab, menjadi editor jurnal Parents’ Review, mengurusi organisasi PNEU, mengelola kursus jarak jauh.
Charlotte Mason meninggal dalam tidur pada usia 81 tahun. Ia sangat dicintai dan kepergiannya adalah kehilangan besar bagi banyak orang. Sebuah buku, In Memoriam of Charlotte M. Mason, dipersembahkan oleh para kolega dan muridnya untuk mengenang sosok pribadi yang mengesankan ini. “Anak-anak dari banyak generasi akan berterima kasih kepada Tuhan untuk Charlotte Mason dan semua karyanya,” tulis salah satu dari mereka.