KONTAK |  KEGIATAN | REKOMENDASI BUKU |

  • CM
    • Sekapur Sirih
    • Profil Charlotte Mason
    • 20 Butir Filosofi CM
    • Serial Home Education
    • Leksikon Metode CM
    • Bahan Belajar Metode CM
  • CMid
    • Tentang CMid
    • Keanggotaan CMid
  • KOLOM
  • PODCAST
CMIndonesia.com
  • BAHAN BELAJAR
    • PRINTABLES
      • KERTAS BERGARIS
    • REKOMENDASI BUKU #1
  • CYB
    • DESKRIPSI CYB
    • RESELLER & DROPSHIPPER
  • ARTIKEL
    • Opini
    • Resensi
    • Sosok
    • Tanya Jawab
    • Wawancara
    • Praktik CM
    • Refleksi CM
    • Pengasuhan
    • Pengembangan Diri
    • Kata Riset
    • Mancanegara
  • BERITA
  • CM
    • Sekapur Sirih
    • Profil Charlotte Mason
    • 20 Butir Filosofi CM
    • Serial Home Education
    • Leksikon Metode CM
    • Bahan Belajar Metode CM
  • CMid
    • Tentang CMid
    • Keanggotaan CMid
  • KOLOM
  • PODCAST
  • BAHAN BELAJAR
    • PRINTABLES
      • KERTAS BERGARIS
    • REKOMENDASI BUKU #1
  • CYB
    • DESKRIPSI CYB
    • RESELLER & DROPSHIPPER
  • ARTIKEL
    • Opini
    • Resensi
    • Sosok
    • Tanya Jawab
    • Wawancara
    • Praktik CM
    • Refleksi CM
    • Pengasuhan
    • Pengembangan Diri
    • Kata Riset
    • Mancanegara
  • BERITA
January 11, 2021  |  By Ellen K In Mancanegara, Pengasuhan
Belajar Musik: Haruskah Menunggu Anak Tampak Berminat atau Berbakat?
piano_736_420
Post Views: 917

Anak yang punya talenta bermusik, belum tentu minat bermusik. Anak yang berminat pada musik, belum tentu punya telinga yang musikal. Ketika anak tidak berminat atau tidak berbakat musik, haruskah ia tetap diberi pelajaran musik?

Jawabannya tergantung pada perspektif pendidikan yang kita pakai. Para pendidik modern yang child-centered menganggap anaklah yang harus jadi penentu arah pendidikannya sendiri. Kalau anak tak suka suatu hal, mereka tak akan menyuruh anak belajar itu. Sebaliknya dari sudut pandang filsuf klasik, apa pun yang bernilai, itu wajib diajarkan, entah anak suka atau tidak suka.

***

Tujuan pendidikan klasik adalah melatih manusia secara menyeluruh. Karena itu dalam menjawab pertanyaan di atas, pendidik klasik akan menelaah dulu: seberapa bernilaikah musik itu dalam mengembangkan diri dan karakter anak?

Jika musik itu ternyata bernilai, maka setiap anak seharusnya diajari musik, apa pun kondisinya, tanpa membedakan ia bertalenta atau tidak, tanpa tergantung pada ia berminat atau tidak. Perasaan bisa berubah tergantung pembiasaan dan pengetahuan. Seorang anak bisa jadi saat ini tidak suka musik karena dia belum terlatih, atau belum paham betapa bergunanya bermusik itu nanti bagi hidupnya.

***

Sejarah manusia mendapati bahwa musik adalah sarana mendidik yang efektif. Musik bisa sekaligus mengasah akalbudi, motorik halus, motorik kasar, daya perhatian, persepsi, kepekaan. Mendengar musik saja sudah memberi manfaat, apalagi belajar memainkan alat musik.

Musik mengoptimalkan pertumbuhan fisik dan jiwa manusia. Saat memainkan alat musik, anak mengalami harmonisasi dari berbagai elemen dirinya. Ia belajar mengawinkan simbol-simbol dalam partitur dengan suara dan ide.

Agar bisa memainkan alat musik dengan baik, tubuh anak harus didisiplin (badan tegak; tangan, jemari, kaki, mata, mulut, semua terkendali penuh). Konsentrasinya digembleng, tapi ia juga dibuat rileks dan gembira oleh bebunyian yang dihasilkannya.

***

Meskipun anak berbeda-beda satu sama lain, pada dasarnya talenta dan selera musik anak bisa dipupuk. Bahkan anak yang bersuara sumbang, kepekaan pada iramanya lemah, atau koordinasi jemarinya kikuk pun tetap bisa diperbaiki dan diajari keterampilan musik dasar.

Manfaat latihan bermusik itu universal, tetapi targetnya bersifat individual. Kita perlu mengajarkan musik pada setiap anak, tapi jelaslah bahwa kita tidak perlu menuntut mereka semua menjadi musisi profesional.

***

Kalau misalnya ternyata anak berbakat dan berminat, ayah dan ibu boleh menimbang-nimbang untuk menyiapkan anak jadi musisi profesional. Persiapan ini perlu dimulai sejak usia dini dan karena prosesnya bakal memakan banyak waktu, energi, juga biaya, orangtua mesti berhitung betul tentang niat mengarahkan anak ke jalur profesional.

Seriuslah berinvestasi jika anak menunjukkan talenta spesial (first-class faculty). Sebaliknya, kalau sampai umur 10 tahun anak tampak lambat menerima pelajaran musik, jangan paksakan dia latihan secara ambisius. Cukuplah ia bisa memainkan lagu-lagu populer, sebagai bekal keterampilan untuk bergaul di masyarakat, atau untuk kesenangannya sendiri.

***

Instrumen  musik yang paling cocok untuk dipelajari oleh pemula adalah piano. Dari piano, anak nantinya akan mudah pindah ke alat musik yang lain. Namun, boleh saja anak menekuni alat musik yang lain, kalau ia betul-betul tertarik pada alat musik itu.

Ujilah dulu apakah ketertarikan itu asal-asalan atau sungguh-sungguh. Kalau anak serius ingin mendalami katakanlah biola atau ukulele, turutilah minatnya itu, jangan kita menghalang-halangi. Tetapi jika sarana prasarana memungkinkan, tetaplah perkenalkan dia pada piano.

***

Tentang latihan bermusik, jangan berharap prosesnya bisa selalu fun. Ibarat pesilat harus kokoh di kuda-kuda, begitu pula pemain musik mesti tahan melewati latihan rutin yang membosankan – ini pun bagian dari pendidikan karakter.

Dalam hal bermain piano, anak perlu latihan tangga nada dan kelincahan/kekuatan jari beberapa kali dalam sehari (dengan catatan: porsi latihannya jangan terlalu ekstrem, karena jari atau pergelangan tangan bisa cedera; respeklah pada tubuh, berilah istirahat yang cukup).

Setelah latihan dasar itu, baru anak latihan bermain lagu-lagu, pendek dan panjang. Skema latihan ini sederhana, tetapi jika dipraktikkan secara konsisten, anak akan mengalami kemajuan pesat.

***

Ada anak yang dilatih bermain musik sepenuhnya dengan membaca partitur. Ada anak yang latihan musik sama sekali tanpa membaca partitur. Mana lebih baik? Yang paling baik tentu anak bisa dua-duanya: bertelinga peka dalam menyimak dan menirukan lagu, sekaligus bisa membaca not.

Idealnya, sebelum menyuruh anak membaca partitur, kita sudah memainkan dulu musiknya di hadapan anak (beberapa kali), baru menyuruh dia membaca dan memainkannya sendiri. Jangan pernah biarkan anak memainkan lagu dengan hafalan (tanpa baca partitur lagi) sebelum dia telah menguasai semua notnya secara akurat.

***

Salah satu ciri musik yang bermutu adalah kita tidak lekas bosan mendengarkannya. Apabila anak diekspos kepada karya beragam penggubah lagu, lambat laun ia akan bisa memilah dan memilih mutu musik.

Untuk pemain musik muda, Anak perlu diberi hak suara untuk menentukan karya musik mana yang ingin ia mainkan. Bagi pemula musik klasik, karya Mendelssohn dan Schubert sangat cocok dipelajari – indah, tapi tidak terlalu sulit (dibandingkan komposer seperti Grieg, Schumann, apalagi Chopin).

***

Mumpung usianya masih muda, ajaklah anak sesering mungkin menonton konser-konser yang bagus, apalagi kalau dia sedang belajar main alat musik. Imajinasi tinggi, semangat belajar tanpa beban, membuat anak-anak jauh lebih bisa menikmati konser dibanding orang-orang dewasa yang sudah menjadi musisi (yang bisa malah depresi saat menonton konser musisi lain karena membandingkan diri dengan si penampil!).

Sesampainya di rumah, sangat mungkin anak teinspirasi untuk meniru-niru pemusik yang ditontonnya. Hasil tiruannya tak penting, kegembiraannya hanyut dalam imajinasi musikal itu yang utama.

***

Belajar memainkan alat musik biayanya tidak murah. Bagaimana seandainya setelah latihan sekian lama dan investasi begitu banyak, ternyata anak tidak jadi musisi profesional, atau bahkan tetap tak pandai memainkan alat musik?

Jawabannya: itu tidak masalah. Tidak ada latihan musik yang sia-sia. Minimal, dengan sedikit bekal pernah belajar memainkan alat musik, anak jadi lebih bisa mengapresiasi permainan musik orang lain, karena ia tahu betapa kerasnya latihan yang harus dilewati si pemain untuk bisa memberi sajian seperti itu. Di dunia musik, tak ada yang lebih dibutuhkan selain audiens yang bisa dengan sabar menyimak permainan musik dan mampu mengapresiasinya.

***

Pelajaran musik adalah bagian dari pendidikan karakter. Dan, sekali lagi, kalau tujuannya adalah pendidikan karakter, jangan jadikan rasa suka atau tidak suka anak sebagai patokan kurikulum belajar.

Meski kesannya “cuma” gonjrang-gonjreng atau menyanyi-nyanyi, hubungan musik dan moral sebetulnya erat. Musik sangat berharga bagi moralitas karena bisa jadi menjadi sarana anak menyalurkan energi dan mengekspresikan diri secara aman.

Dalam diri anak bergejolak aneka perasaan dan hasrat, energi mereka meluap-luap. Bermain musik membuat tubuh, pikiran, dan hati mereka sibuk sekaligus terhibur.

Kegiatan bermusik menyediakan ruang bagi banyak anak untuk bisa berkumpul dan berkolaborasi secara positif. Usai bermusik, mereka seperti dipasok oleh semangat baru untuk kembali menjalani hidup harian yang menekan.

=========

Tulisan ini disadur dari artikel “Music and Children” yang ditulis oleh H. R. Haweis dan disunting oleh Charlotte Mason dalam The Parents’ Review Vol. 1 1890/1891.

Sumber Foto: istimewa

Facebook Comments

Article by Ellen K

Ellen Kristi. Ibu tiga anak homeschooler, praktisi metode CM dan penulis buku "Cinta Yang Berpikir", berdomisili di Semarang. Dapat dihubungi lewat ellenkristi@gmail.com

Previous StoryProfesi Mana yang Paling Tepat Untuk Anak Tekuni?
Next StoryKe Mana Arah Pendidikan Anak Usia Dinimu?

Related Articles

  • dice_736_420
    Pelajaran Berhitung Pertama Anak Prasekolah
    View Details
  • ular naga_736_420
    Apa Ruginya Kalau Anak Tidak Kenal Ninabobo dan Tembang Dolanan?
    View Details

no replies

Leave your comment Cancel Reply

(will not be shared)

Charlotte Mason Indonesia

Media informasi pendidikan karakter. Menyajikan beragam berita, gagasan filosofis sampai tips dan trik bagi orang tua dan guru agar berhasil mendidik anak menjadi pribadi yang “berpikir tinggi, hidup membumi.”

Cinta yang Berpikir. Penulis: Ellen Kristi

Terbaru

  • DIBUKA: Pelatihan “Habit of Attention” Angkatan #5 March 15, 2023
  • DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #5 February 12, 2023
  • DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #13 January 25, 2023
  • DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #4 January 24, 2023
  • DIBUKA: Kelas Cinta yang Berpikir Angkatan #1 & #2 December 9, 2022
  • DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #3 December 9, 2022
  • DIBUKA: Program Daring “Pelatihan Mendewasakan Emosi” Angkatan #11 December 5, 2022
  • DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #2 November 20, 2022
  • DIBUKA: Pelatihan “Habit of Attention” Angkatan #4 November 20, 2022
  • DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #1 October 22, 2022

Arsip

Charlotte Mason Indonesia

Alamat
Jl. Jeruk VII/24
Semarang 50249

Jam Kegiatan:
Senin—Jumat: 9:00AM–5:00PM

POPULER

  • DIBUKA: Pelatihan “Habit of Attention” Angkatan #5 196 views | 0 comments | by admin | posted on March 15, 2023
  • Rekomendasi Buku Lokal dan Terjemahan Selain AO 39 views | 0 comments | by admin | posted on November 8, 2021
  • Pengantar Rekomendasi “Living Books” Tim Kurikulum CMid 38 views | 0 comments | by admin | posted on November 10, 2021
  • Rekomendasi Buku Terjemahan AO 32 views | 0 comments | by admin | posted on November 9, 2021
  • 10 Ciri Pribadi Kekanak-kanakan dan Solusinya 27 views | 0 comments | by admin | posted on September 16, 2017

KOMENTAR TERKINI

  • Wijayanti on DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #5
  • Indrawati Widjanarko on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #13
  • Wijayanti on DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #4
  • Maria Apriliyani on DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #3
  • Christine on DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #2
  • Lailatun Nuriyah on DIBUKA: Sosialisasi CM dan CMid Angkatan #2

Visitors

Today: 267

Yesterday: 302

This Week: 11948

This Month: 50006

Total: 607031

Currently Online: 36

Copyright ©2011-2021 Charlotte Mason Indonesia. All Rights Reserved. || Web Development: Whoups Creative Co.