Banyak pihak mendirikan Taman Kanak-kanak (TK). Banyak orangtua mengirim anak untuk belajar di TK. Banyak pribadi antusias direkrut untuk mengajar bocah-bocah cilik itu. Namun berapa banyak di antara mereka yang kenal pada nama Friedrich Froebel (1782-1852), pedagog Jerman perintis Kindergarten? Dan di antara yang tahu nama Froebel, berapa banyak yang paham soal pemikirannya soal prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini (PAUD)?
Sayang sekali kalau jumlahnya sedikit karena gagasan-gagasan Froebel itu sangat menarik, bahkan inspiratif. Yang pasti Froebel tidak mendirikan Kindergarten dengan orientasi mencari laba. Seluruh bangun gagasannya justru dikhamiri oleh religiusitas, kental dengan refleksi filosofis, dan berbasis observasi empiris tentang kodrat anak-anak.
***
Froebel mengagumi alam semesta yang bekerja dalam harmoni. Sebagai pribadi religius, ia menganggap keharmonisan alam yang menakjubkan ini adalah proklamasi kemahahebatan Tuhan. Manusia ditempatkan Tuhan di bumi untuk mengelola dan memeliharanya.
Namun, Froebel bertanya, mengapa manusia yang disebut sebagai mahkota segala ciptaan justru ibarat nada sumbang dalam harmoni semesta ini? Jika amanat manusia adalah untuk merawat alam, mengapa manusia justru sering menodai keselarasannya?
Akhirnya Froebel menyimpulkan bahwa agar bisa memenuhi amanat ilahi itu, pendidikan punya arti sangat penting. Setiap manusia harus dididik sebaik-baiknya, sejak sedini mungkin. Pendidikan anak usia dini macam apa yang manusia butuhkan? Froebel pun bekerja keras, berpikir siang malam, untuk merumuskan prinsip-prinsipnya.
***
Menurut Froebel, pada hakikatnya anak itu milik Tuhan. Artinya anak itu punya nilai sakral dan tugas membesarkan anak pun bersifat sakral. Misi besar setiap pendidik adalah mengaktualisasi potensi keilahian yang ada dalam diri setiap anak.
Peran mendidik anak ini dipercayakan terutama kepada para ibu, maka menurut Froebel, menjadi ibu adalah jabatan paling luhur dan suci di dunia. Setiap perempuan harus sudah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari agar bisa menunaikan panggilan mereka sebagai calon ibu.
Namun, ibu-ibu tak mungkin bisa memenuhi peran sakralnya sendirian. Seluruh masyarakat harus mendukung agar para perempuan bisa mewujudkan versi diri mereka yang terbaik. Nasib ras manusia di masa depan ditentukan oleh kualitas kaum perempuannya.
***
Tuhan melengkapi ibu dengan cinta istimewa, modal yang sangat berguna dalam mendidik anaknya. Namun, para ibu harus ingat bahwa cinta keibuan saja tidak akan memadai untuk menunaikan tugas sakral ini. Cinta harus dilengkapi dengan kearifan.
Bagaimana caranya memiliki kearifan itu? Pertama, ibu harus belajar sungguh-sungguh tentang kodrat anak. Bekal pengetahuan itu penting!
Sejak momen kelahirannya, tiga aspek kehidupan seseorang mulai berkembang sekaligus – fisik, mental, dan moral. Namun orangtua acap luput memahami kodrat anak secara holistik. Banyak ayah-ibu menjalankan peran mereka asal-asalan, tidak belajar lebih sungguh-sungguh, kurang berefleksi, sehingga cara mereka menangani anak dangkal kearifan.
Kedua, semua ibu harus tekun berdoa dan melakukan penyucian diri. Rendahkan hati setiap pagi untuk menghubungkan diri dan bergantung pada kuasa Sang Mahatinggi.
***
Untuk memahami kodrat anak, Froebel banyak membandingkannya dengan tanaman. Sama seperti bagus tidaknya pertumbuhan tanaman ditentukan pertama-tama oleh kesehatan akarnya, begitu pula anak.
Optimal tidaknya tumbuh kembang anak pertama-tama ditentukan oleh kesehatan sang ibu secara fisik, mental, maupun moral, sebelum maupun sesudah anak lahir. Kepribadian ibu (naik turun emosinya, cara bicaranya, pola perilakunya) merupakan sarana pendidikan yang paling berpengaruh selama periode awal kehidupan anak.
Tanaman punya individualitas. Tak ada dua tanaman yang sama persis, masing-masing bertumbuh kembang mengikuti kodrat masing-masing yang digariskan Tuhan baginya, sembari menyesuaikan diri dengan tanah tempat ia berakar dan lingkungan sekitarnya.
Begitu pula anak, kata Froebel. Tiap anak unik, masing-masing punya takdir istimewa untuk diwujudkan, suatu misi yang hanya bisa terwujud kalau sejak awal ia dibesarkan sesuai kehendak Tuhan di tengah keluarga dan masyarakatnya.
***
Kodrat pertama anak-anak yang sangat mencolok adalah “gila gerak”. Mereka seolah tak bisa diam, tiada henti memproduksi aksi, gestur, mimik, suara – Froebel menamai semua itu dengan istilah “ujaran” (utterances).
Acap orang dewasa menganggap remeh tingkah polah anak, atau justru merasa terganggu. Froebel menyayangkan itu. Dengan mencermati ujaran anak, kita justru mendapat petunjuk tentang kemajuan tumbuh kembangnya – mulai dari dia sehat atau sakit, daya pikirnya serta kehidupan moralnya sudah seberapa maju. Tangkas memahami ujaran anak, lalu menanggapinya dengan tepat, akan membuat kita berhasil menjadi fasilitator pendidikan karakternya.
***
Kodrat kedua anak-anak adalah “suka meniru”. Mereka antusias mencontek saja yang mereka lihat dikerjakan orang di sekitarnya, sepanjang hari, setiap hari, tanpa kenal lelah! Tuhan telah mengaruniakan daya imitasi ini agar anak bisa jadi pembelajar mandiri, mengembangkan kekuatan kehendak dan mengasah kekuatan pikirnya.
Lihatlah bayi yang belajar berjalan dan bicara! Ia bolak-balik jatuh, ocehannya semula tak jelas. Namun motivasi internalnya sangat kuat. Ia terus mencoba dan mencoba lagi sampai ia betul-betul stabil berjalan dan lancar bicara.
Betapa senangnya kalau anak hanya meniru perilaku-perilaku yang baik dari orang sekitar. Tapi ternyata tidak! Anak juga akan meniru yang buruk-buruk. Karena itulah Froebel mendesak para ibu dan siapa saja orang dewasa yang terlibat dalam pengasuhan anak untuk selalu ingat: sifat anda akan menular jadi sifat anak!
***
Kapan anak mulai dipengaruhi oleh sifat dan perilaku orang di sekitarnya? Jawaban Froebel: sejak bayi! Hidup seorang bocah adalah proses panjang menghirup pengaruh-pengaruh eksternal, mengolahnya, lalu mengembuskannya kembali dalam bentuk perkataan dan perbuatan – “membuat yang di luar ke dalam, yang di dalam ke luar.”
Impresi atau kesan-kesan pertama diterima oleh bayi secara tanpa sadar (unconscious), dan semua itu akan terus lekat dalam dirinya – bisa dipupus, tapi tidak akan pernah sepenuhnya terhapus. Andai semua ibu menyadari hal ini, mereka tak akan lagi ceroboh memperlakukan bayi karena berpikir “Ah, kan dia ini masih kecil sekali, belum tahu apa-apa!”.
Berhati-hatilah pula saat memilih pengasuh, menata rumah, dan memilih lingkungan tempat tinggal. Cara bayi diperlakukan ikut menentukan apakah kelak ia akan menjadi pribadi yang damai dan merasa dirinya berharga.
***
Seiring pertumbuhannya, anak menunjukkan kodrat ketiga yakni hasrat untuk mencipta dan mewujudkan idenya sendiri. Dia tak lagi mau sekadar meniru mentah-mentah kelakuan orang lain. Dia ingin juga melakukan sesuatu yang ditirukan orang lain.
Karena pertimbangan rasional anak belum matang-terlatih, berbagai insiatifnya bisa melanggar norma. Dalam antusiasmenya bereksperimen, anak bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain. Anak juga bisa tak mau berhenti meski sudah kelelahan.
Dalam berkegiatan sehari-hari, pikiran dan perasaan anak mengalami gejolak. Orangtua yang tak paham mungkin bingung atau kesal melihat anak banyak maunya, lalu melabeli dia bandel atau nakal; atau menganggap anak lebay (berlebihan) ketika dia tampak emosional hanya gara-gara urusan yang “kecil” (menurut kita).
***
Orangtua zaman sekarang melimpahi anak sejumlah besar mainan buatan toko. Namun heran, kenapa anak cepat sekali minta ganti mainan? Masalahnya, mainan buatan toko itu produk siap pakai, sudah jadi/selesai, kesenangan memainkannya hanya berumur pendek.
Yang anak butuhkan sebetulnya adalah bahan-bahan yang masih bisa diotak-atik, yang memungkinkan anak mengekspresikan orisinalitasnya. Di sinilah Froebel menggagas konsep tentang jenis bahan dan kegiatan bermain (gifts and occupations) yang ia yakini lebih memberi ruang bagi kreativitas dan imajinasi anak, membuat anak tak lekas bosan.
Jika hidup lagi di masa sekarang, Froebel akan menasihati ayah-ibu untuk tidak membelikan anak mainan secara impulsif tanpa pertimbangan jelas. Selalu pilih hanya mainan bagus – bagus dalam arti mainan itu memungkinkan anak menampilkan ide orisinil dan aktivitas batinnya yang penuh daya cipta. Dan tak perlu banyak-banyak!
Jenis mainan dan permainan yang Froebel ciptakan menjadi fondasi kegiatan di Kindergarten (TK). Anak-anak sangat menyukainya, dan kini gagasan awal itu telah dikembangkan menjadi banyak bentuk permainan edukatif.
***
Kecenderungan khas anak-anak berikutnya adalah suka sekali didongengi atau dibacakan cerita, apalagi tentang negeri fantasi atau binatang. Itu karena daya khayalnya yang luar biasa aktif. Froebel menganggap imajinasi ini sebagai instrumen penting pendidikan selama tahun-tahun pertama kehidupan anak.
Jika imajinasinya dipuaskan lewat pasokan cerita-cerita inspiratif, anak akan peka pada Kebenaran, moralitasnya akan terbangun, hatinya akan tertuju pada Kebaikan dan Keilahian. Namun jika orangtua dan guru lalai, imajinasi anak bisa liar, dipenuhi oleh ide-ide yang keliru, dan ini menjadi cikal bakal kekacauan moralnya kelak
***
Anak-anak senang kalau punya teman sepantar – bermain dengan anak-anak lain kesenangannya berbeda dibanding ditemani bermain ayah-ibu atau guru. Di tengah kawan sebaya itulah anak akan belajar menerapkan nilai dan prinsip yang ia serap dari orang-orang dewasa. Bergembira dan berkonflik dengan teman akan mengasah keterampilan sosialnya.
Menurut Froebel, anak yang tak punya kakak-adik akan lebih sulit untuk mengembangkan watak suka berbagi, tidak egois, bersikap empati, apalagi kalau ia berdomilisi di lokasi yang tak ada sesama anak untuk teman mainnya.
Bermain dengan teman sepantar membuat anak kita lebih bersemangat dan banyak tertawa. Dan sukacita menjauhkan anak dari hasrat dan perilaku buruk. Alangkah beruntungnya jika anak kita bisa mendapat teman-teman sebaya yang tulus, murni, penuh kasih sayang! Kebiasaan baik akan lebih cepat tertanam, watak luhur lebih kokoh terbentuk ketika anak menghirup atmosfer positif dari lingkungan pergaulannya. Mencari komunitas yang memancarkan atmosfer positif seperti itu adalah salah satu hal yang layak kita perjuangkan sungguh-sungguh bagi anak kita.
***
Anak-anak secara alamiah suka berdendang. Mereka menyanyi-nyanyi sendiri bagaikan burung yang tak tahan untuk tidak berkicau. Musik dan lagu adalah sarana pendidikan yang sangat berguna.
Wahai ibu, ayah, dan semua pendamping bocah-bocah, bersenandunglah bagi mereka! Nanyikan lagu nina bobo, pujian pada Sang Pencipta, segala macam melodi serta lirik yang membuat hati mereka tergugah akan hal-hal yang indah dan luhur. Pesan-pesan di dalamnya akan mereka serap, sementara mereka lantunkan lagu itu berulang kali dalam kegiatan sehari-hari.
***
Atas izin Tuhan, manusia diberi kuasa untuk membantu tiap tanaman menyempurnakan diri. Di tangan tukang kebun yang ahli, tanaman menjadi lebih subur, indah, berguna dibanding jika ia dibiarkan tumbuh liar. Di sini si tukang kebun menjadi “kawan sekerja Tuhan”, ia hanya akan berhasil jika bekerjasama dengan hukum alam yang Tuhan gariskan.
Demikian pula atas izin Tuhan, orang-orang dewasa di sekitar anak punya amanat untuk membantu bocah kecil itu bertumbuh, memenuhi panggilan ilahi yang diamanatkan Tuhan baginya. Ayah-ibu bertugas memahat karakter anak, menyediakan situasi-kondisi yang memungkinkan anak itu mewujudkan seluruh misi hidupnya secara leluasa.
Keluarga besar dan masyarakat tentu saja juga memberi pengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak. Sungguh menyedihkan apabila orang-orang dewasa di sekeliling anak bersikap masa bodoh, tidak sadar akan peran mereka sebagai agen pendidikan. Di tengah masyarakat yang demikian, beban orangtua menjadi makin berat dan genting.
***
Akhir kata, bagi Froebel, tugas seorang pendidik anak usia dini adalah menggarap kodrat anak secara menyeluruh, mengaktifkan segenap kekuatannya lewat berbagai cara dan alat: mainan, permainan, kerja, cerita, lagu.
Namun, awas, jangan terjebak! Pembelajaran anak usia dini harusnya simpel, rileks, alamiah, berfokus pada membentuk kebiasaan-kebiasaan baik. Froebel bakal berduka kalau melihat banyaknya orangtua dan lembaga PAUD masa kini terobsesi pada kurikulum ambisius dan sarana-prasarana mahal, serta berkompetisi gila-gilaan.
Ketika yang alat menjadi tujuan, maka tujuan sebenarnya (yakni: membesarkan anak yang mengabdi pada Tuhan dan melayani masyarakat) malah terkesampingkan. Pendidikan anak usia dini semacam itu hendak mencapai apa sebenarnya?
=========
Tulisan ini disadur dari artikel “Froebel’s Principles Applied” yang ditulis oleh Elinor A. Welldon dan disunting oleh Charlotte Mason dalam The Parents’ Review Vol. 1 1890/1891.
Sumber Foto: istimewa
Mba Ellen, terima kasih sudah membuat tulisan yang indah dan sukses membuat saya+suami termenung sejenak untuk berkaca diri dan siap untuk menata kembali hati & pikiran kami untuk membersamai putra kami dalam proses bertumbuh. *sendingwithloveandhugs
Terima kasih kembali, Ike. Anak-anak kalian beruntung punya orangtua yang berpikiran terbuka dan siap merenungkan ide-ide baru.
Begitu baca kodrat pertama,
kodrat kedua langsung berasa : PANTES!
Thankyou mbak Ellen 🙂
Terima kasih
Terima kasih kembali!
Enak sekali melahap sajian ini. Terimakasih mba Ellen
Terima kasih sudah mampir, membaca, dan meninggalkan pesan, Anggi!