“Rasa cinta akan alam yang telah tertanam sejak usia begitu dini, sehingga anak-anak merasa itu sifat bawaan mereka sejak lahir, akan memperkaya hidup anakdengan minat murni, proses mengejar pengetahuan yang menggairahkan, kesehatan, dan keceriaan.” (Home Education, hlm. 71)
Kami suka mengajak anak-anak ke alam, berada di antara pepohonan, main di sungai, merasakan lumpur di sawah, memasuki kebun liar bahkan hutan. Mengamati apa saja suguhan alam secara spontan terasa menyegarkan, bukan hanya bagi anak-anak, tapi juga bagi kami, orangtua mereka.
Agenda awal kami hanyalah berburu tempat bertualang. Semakin alami dan liar, kami semakin suka berada di sana. Gaya mengalir tanpa rencana ini memang sejalan dengan tipe orang minim intervensi seperti saya. Anak-anak saya pun senang main di alam. Takjub saya menyaksikan betapa fitrah kekanakan mereka begitu menyatu dengan alam.
Begitulah kami semula mengamati alam, secara alami tapi sambil lalu, tidak diniatkan secara sadar. Namun, setelah membaca langsung pemikiran CM, pikiran saya seolah terbuka. Saya tersadar ada agenda jangka panjang yang perlu diupayakan dengan meluangkan waktu berada di alam. Agenda genting itu adalah memupuk kecintaan anak pada alam ciptaan Tuhan, yang semakin lama semakin tergusur keberadaannya. Caranya, dengan mengasah kepekaan mereka terhadap keberlangsungan hidup alam.
Seperti kita sadari, alam ini bukanlah warisan moyang kita, tetapi pinjaman dari anak cucu. Kita harus menjaga dan mengembalikan alam pada mereka yang sekarang belum lahir. Pendekatan cinta dalam nature study adalah soal hubungan harmonis antara alam dan manusia sepanjang usia zaman. Untuk itu, pertama-tama, anak perlu dibiasakan peka pada eksistensi alam melalui pengamatan yang penuh kesadaran (mindful).
***
Charlotte Mason menyebut anak yang terlatih inderanya untuk peka terhadap alam dengan istilah the observant child. Anak ini peka karena terbiasa mengamati alam secara sadar. Kesadaran akan eksistensi alam akan mendorong anak untuk melihat ke luar dirinya, tentang adanya kehidupan lain yang terhubung secara harmonis dengan kehidupannya.
Adalah tugas kita, orangtua, untuk mengajak anak terbiasa membuka mata lebar-lebar dan menajamkan inderanya terhadap segala keindahan dan keajaiban alam, sampai anak menemukan kegembiraannya sendiri ketika bisa menyingkap semua ini – kegembiraan yang hanya bisa muncul jika ia berada lebih dekat dan melihat lebih dalam setiap detil penciptaan Ilahi.
Tulis Charlotte Mason:
Si Bermata dan Si Tanpa Mata pergi berjalan-jalan. Si Tanpa Mata pulang dalam kondisi bosan: dia tak melihat apa-apa, tak meminati apa-apa; sebaliknya si Bermata penuh semangat membincangkan ratusan hal yang menarik minatnya. (Home Education, hlm. 266)
Kegiatan kami berinteraksi dengan alam jadi berbeda sekarang. Selain menikmati alam, kini ada agenda tambahan, yaitu secara sadar dan konsisten melatih anak untuk peka melihat dan mengamati alam sekitarnya melalui nature study.
Kepekaan ini perlu diasah sedari kecil sehingga tumbuh bersama mereka secara alami, daripada menunggu mereka dewasa untuk mau melakukannya. Jika tidak dibiasakan, belum tentu kelak mereka mau. Kepekaan akan memantik rasa kagum terhadap alam ciptaan Tuhan. Rasa kagum menumbuhkan relasi yang kuat dengan alam sehingga ingin lebih mengenalnya dan tentu saja mencintainya. Syaratnya adalah memfasilitasi anak agar bisa berada di alam bebas.
***
CM memberikan sumbangsih pemikiran yang menggugah orang tua akan pentingnya menanamkan kecintaan terhadap alam pada anak-anak kita. Dia mengamati secara alami anak-anak memang senang menjelajah alam, tetapi mereka perlu diarahkan agar bisa mengamati dengan teliti tentang alam dan menghargai hal-hal menakjubkan yang berlangung di sana. Ketika anak beranjak dewasa, ada kemungkinan hasrat dan kepekaannya dalam mengamati bisa saja mati jika tidak dibiasakan dari kecil.
Kebutuhan ini semakin terasa di masa sekarang, ketika anak-anak kita tumbuh di masa ketika mereka bisa memperoleh hiburan hanya dengan sekali klik. Tentu lebih mudah hanya duduk menonton layar, bermain game di tablet, berselancar di dunia virtual, daripada berjalan-jalan di luar rumah (apalagi di alam) serta secara aktif mencurahkan pikiran dan memusatkan perhatian pada sekitar.
Namun, apabila nature study dihadirkan dalam keseharian mereka dengan sikap positif dan antusias, anak-anak tidak akan lagi menghabiskan waktu mereka di luar rumah (juga di alam) dengan rasa jemu, seolah-olah hanya untuk membunuh waktu. Dengan nature study, mereka akan lebih dapat memaknai keberadaannya di alam.
Begitu kemampuan anak untuk mengamati sekitar semakin terasah, mereka akan bisa melihat Kemahaan Tuhan dalam setetes embun pagi di permukaan daun rumput yang perlahan-lahan menguap terpanggang matahari, sementara anak lain yang belum terlatih mengamati hanya melihat hamparan rumput liar.
Anak yang terlatih inderanya akan merasa antusias menyingkap misteri alam, juga mengenal pencipta-Nya. Pancaran kegembiraan di mata mereka saat menyaksikan kehidupan alam yang selama ini luput dari perhatian adalah momen berharga yang pantas kita upayakan.
no replies