Pada usia 14 tahun, rasa percaya dirinya sangat rendah. Ia merasa tidak punya bakat apa-apa.Suatu hari dia membeli sebuah yoyo. Saat mencoba memainkannya pertama kali, yoyo hanya terlontar bergantung-gantung. Hasilnya sungguh mengecewakan. Trik yang paling mudah pun tak bisa ia kerjakan!
Kegagalan itu tidak mengejutkan karena Tomonari Ishiguro, remaja tadi, memang tak pernah pandai dalam (bahkan benci pada) olahraga apa pun. Namun, setelah berlatih selama seminggu, permainan yoyo-nya mengalami kemajuan. “Lumayan,” pikirnya, “sepertinya aku bisa jadi pemain yoyo hebat.”
Ya, untuk pertama kali dalam hidupnya, Ishiguro merasa bergairah. Maka hari-hari berikutnya ia habiskan untuk berlatih yoyo. Berjam-jam sehari supaya keterampilannya naik satu tingkat lagi dan lagi.
Empat tahun kemudian, di usia 18 tahun, ia berdiri di panggung The World Yo-Yo Contest. Dan dia menang! Alangkah berbunga-bunga hatinya. “Yes! Akhirnya aku berhasil! Aku jadi pahlawan. Aku bisa dapat banyak sponsor. Aku akan dapat banyak uang. Aku akan diwawancarai koran. Aku akan masuk TV!”
Kenyataannya? Saat kembali ke kampung halamannya, ternyata hidup sama sekali tidak berubah. Masyarakat tidak menghargai passion-nya. Dengan pahit, Ishiguro melanjutkan sekolah, kuliah, lalu bekerja menjadi karyawan seperti orang-orang lain pada umumnya. Dia merasa gairah hidupnya, hati dan jiwanya, telah melayang meninggalkan tubuh. Rasanya seperti mayat hidup yang berjalan.
Lalu tibalah momen itu, momen ketika Ishiguro mendapatkan pencerahan: Kalau masyarakat belum bisa menghargai yoyo, berarti aku yang harus mengubah masyarakat! Ia lantas bertekad belajar lebih keras lagi agar bisa menampilkan di atas panggung betapa spektakulernya yoyo itu, supaya citra publik tentang yoyo berubah.
Ishiguro pun keluar dari pekerjaannya dan menetapkan hati untuk menjadi seniman panggung profesional. Dia lalu belajar balet klasik, tari jazz, akrobat, apa saja yang bisa meningkatkan keterampilannya beratraksi yoyo. Setelah periode panjang kerja keras, melampaui berbagai tantangan, bertemu dengan banyak pihak yang memberi jalan keluar, kini berdirilah dia di sini: di atas panggung prestisius TED.
Kini dengan nama panggung BLACK, pemuda Jepang juara dunia yoyo dua kali (kali kedua dia menang sebagai penampil artistik terbaik) dan anggota grup akrobat kelas dunia Cirque du Soleil betul-betul berhasil “menaklukkan” publik.
Secara pribadi, dalam peran saya sebagai orangtua, BLACK mengingatkan kembali urgensi kata-kata Charlotte Mason. “Berikanlah kepada anakmu satu ide yang berharga, maka engkau telah berkontribusi bagi pendidikannya lebih banyak ketimbang membebankan pada benaknya berton-ton informasi; karena anak yang bertumbuh dengan sedikit saja ide besar telah terjamin gairah belajarnya, telah tergariskan karir masa depannya.” (Volume 1, hlm. 174).
Namun, kisah Black di panggung TED itu memberi pesan lain: bahwa menemukan passion bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan hidup. Masih terbentang perjalanan panjang agar visi indah di kepala kita bisa mewujud, apalagi diterima menjadi visi banyak orang.
Sampai di sini saya langsung teringat pada pidato mediang pendiri Apple, Steve Jobs, ketika didaulat menyampaikan pidato di acara wisuda Universitas Stanford tahun 2005. Pertama-tama dia bilang bahwa dia beruntung, telah menemukan passion-nya di usia muda. Namun, ternyata jalan mewujudkannya berliku-liku dan menyakitkan. Saat bisnis Apple sedang sukses-suksesnya, dia justru ditendang dari perusahaan yang dia dirikan sendiri, dan harus mulai dari nol lagi.
Seperti Black, Jobs juga sempat merasa gagal, malu, frustrasi. Akan tetapi di satu titik, dia berkata, “Aku masih mencintai bidang kerjaku ini!” lalu bangkit dan mendirikan Pixar, yang menjadi sangat sukses. Dari semua pengalaman jatuh-bangunnya itu, Jobs menyampaikan refleksi:
“Kau harus menemukan apa yang kau cintai. Baik pekerjaan ataupun pasangan. Karir akan mengisi sebagian besar waktu hidupmu, dan satu-satunya cara untuk sepenuhnya puas adalah melakukan apa yang kau yakini sebagai pekerjaan besar. Dan jalan satu-satunya melakukan pekerjaan besar adalah dengan mencintai melakukannya. Kalau kau belum menemukan, teruslah mencari. Jangan menetap dulu. Seperti semua perkara hati lainnya, kau akan tahu itulah dia saat kau menemukannya.”
Selalu begitulah pesan klasik dari orang-orang sukses tentang pentingnya menemukan passion, visi, tujuan, makna hidup. Selebihnya hidup kita hanyalah catatan kaki tentang bagaimana dan seberapa keras upaya kita untuk mewujudkannya. Jadi, Anda merasa sudah menemukan passion? Tunjukkanlah cintamu lewat perjuanganmu
no replies