Jakarta, CM Indonesia – Rilis nilai Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2015 menunjukkan kemampuan baca siswa Indonesia masih stagnan, meskipun skor Indonesia disebut membaik, terutama di kompetensi matematika dan sains.
Dibanding skor ketika pertama kali mengikuti PISA di tahun 2000, ada kemajuan yang dialami. “Indonesia termasuk nomor empat terbaik dalam peningkatan,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Totok Suprayitno dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/12), “Kabar ini tentu saja sangat menggembirakan bagi kita.”
Hasil survei 2015 menunjukkan kenaikan skor Indonesia sebesar 22,1 poin. “Untuk matematika dan sains mengalami peningkatan, sementara dalam hal membaca masih kurang,” terang Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Nizam. Menurutnya, lemahnya kemampuan membaca erat kaitannya dengan keberadaan gawai, karena anak-anak lebih senang bermain gawai dibanding membaca.
Pernyataan Nizam tersebut disanggah oleh Satria Dharma, penggagas Gerakan Literasi Sekolah. Ketika dihubungi oleh CMid Rabu pagi (8/12), Satria menganggap Kemdikbud terlalu naif jika mengambinghitamkan gawai sebagai penyebab rendahnya kemampuan membaca siswa Indonesia. “Rendahnya kompetensi membaca siswa kita jelas karena mereka memang tidak dilatih untuk membaca. Selama 71 tahun, Pemerintah belum benar-benar serius menanamkan minat baca. Membaca adalah sebuah keterampilan, jadi harus dilatihkan terstruktur dan terus menerus.”
PISA merupakan evaluasi tiga tahunan yang digarap oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari puluhan negara di seluruh dunia. Tim peneliti memilih sampel siswa berusia 15 tahun secara acak untuk mengikuti tes tiga kompetensi yakni membaca, matematika dan sains. Pada PISA 2012, Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara, sedangkan di PISA 2015 ke-64 dari 72 negara. Peringkat pertama diduduki negara tetangga, Singapura. (EK/berbagai sumber)
no replies