Orang sering bertanya, bagaimana anak homeschooler bersosialisasi? Pertanyaan klasik ini punya banyak jawaban. Salah satu jawabannya adalah lewat playdate.
Kencan bermain bisa dikerjakan baik dengan sesama teman yang tidak sekolah, maupun dengan anak tetangga atau anak sekolahan biasa. Keluarga saya sendiri menjalin semacam playdate co-op dengan keluarga homeschooler lain.
Buat yang masih awam dengan istilah ini, saya jelaskan sedikit. Co-op, singkatan dari cooperation, adalah suatu kerjasama di antara orangtua homeschoolers untuk bersama-sama atau bergantian memfasilitasi proses belajar anak-anak mereka.
Program co-op kami hanya terdiri dari tiga anak dari dua keluarga, keluarga saya dan keluarga Fifi. Anak lelaki Fifi sebaya dengan anak bungsu saya. Mereka berkegiatan bersama tiga kali seminggu pada hari Senin-Rabu-Jumat pukul 9-13 WIB. Saya kebagian jadi host pada hari Senin dan Jumat, sementara Fifi hari Rabu. Tapi kalau ada keperluan lain, kami bisa saling bertukar jadwal atau memindah acara ke hari yang lain. Kami menamai program kami playdate alias kencan bermain karena memang urusan utamanya adalah bermain.
Masterly Inactivity
Meskipun awalnya ada gesekan-gesekan konsep dan praktik, memasuki bulan kedua kami sudah mantap berjalan dengan prinsip masterly inactivity yang disarankan oleh Charlotte Mason.
Dalam prinsip masterly inactivity, fasilitator (fasil) berupaya agar sebisa mungkin inisiatif berkegiatan diputuskan oleh anak sendiri. Fasil boleh menawarkan ide kegiatan, tapi kalau anak tidak mau atau kalau kegiatan berkembang ke arah yang berbeda dari yang dibayangkan fasil, maka fasil berkewajiban untuk menghargai dan menyesuaikan diri. Tugas fasil adalah menjaga keamanan, kepatutan, dan keharmonisan dalam pelaksanaan ide kegiatan itu.
Baik saya maupun Fifi sama-sama belajar banyak dari proses kami menjadi fasil playdate berbasis masterly inactivity ini. Yang pasti agendanya tidak akan bisa rapi seperti di sekolah formal, PG atau TK yang serba disetir oleh orang dewasa. Ide-ide spontan anak bisa muncul kapan saja dan kami harus belajar mengelola agar ide bisa tersalurkan seoptimal mungkin. Kami juga belajar bernegosiasi dengan anak ketika situasi memang tidak memungkinkan ide-ide mereka diwujudkan seketika itu juga.
Karena sama-sama sepakat dengan metode Charlotte Mason, kami berusaha menerapkan sebanyak mungkin prinsip-prinsipnya: banyak-banyak berkegiatan di luar rumah (outdoor life), mengakrabkan anak dengan alam (nature walk/nature study), mengekspos anak pada buku-buku berkualitas (living books), memperdengarkan musik atau memasang lukisan yang indah (living ideas), melatih kebiasaan-kebiasaan baik (habit training), membiarkan anak kreatif menciptakan sesuatu atas inisiatifnya sendiri, memberi kesempatan sebanyak mungkin untuk latihan motorik kasar dan halus.
Dalam hal disiplin, kami memadukan antara konsep Charlotte Mason dan Naomi Aldort: menghargai anak sebagai pribadi, menjalankan teknik validasi saat anak sedang emosi, berusaha memberdayakan anak untuk mengatasi problemnya sendiri, dan sebagainya.
Evaluasi Caturwulan Pertama
Kalau boleh saya evaluasi, beberapa manfaat yang mencolok dari program ini dibandingkan dengan sekolah formal adalah:
- Suasana yang jauh lebih rileks dan apa adanya. Karena konteksnya adalah rumah, maka suasana at home itu tercipta secara otentik, bukan artifisial. Dalam suasana rumahan ini, baik orang dewasa maupun anak-anak dengan cepat menampilkan diri apa adanya.
- Persahabatan yang tercipta antar anak lebih mendalam lantaran mereka berkenalan bukan hanya sebatas pribadi temannya, tapi juga anggota-anggota keluarga temannya, sistem nilai keluarga itu, juga akrab dengan atmosfir rumah keluarga temannya.
- Anak belajar berbagi secara otentik. Di sekolah, barang bukanlah milikmu atau milikku. Tapi di rumah, barang selalu milik salah satu dari anak, yang lain adalah peminjam. Ketika anak mau berbagi barang, maka dia betul-betul tahu rasanya berbagi, tahu rasanya melonggarkan ego kepemilikannya.
- Ada rasa aman pada orangtua karena tahu anak berkegiatan di bawah pengawasan sahabatnya, yang sevisi dan kompeten. Selama playdateberlangsung, orangtua yang sedang tidak dapat jatah menjadi nyonya rumah bebas pergi dan mengurus kesibukan lain. Jadi, playdate ini juga berfungsi seperti daycare (tempat penitipan anak). Anak belajar untuk merasa nyaman didampingi orang dewasa selain orangtuanya, sementara orangtuanya tenang meninggalkan anak karena tahu anak akan didampingi dengan proses yang dia inginkan.
- Orangtua terlibat penuh dalam proses mendampingi tumbuh kembang anak. Karena orangtua akan bergantian menjadi fasil, maka dia tidak bisa hanya jadi penonton saja. Dia perlu belajar tentang metode pendidikan, psikologi anak, dan memperbaiki karakternya sendiri agar bisa jadi host yang lebih baik, bukan hanya bagi anaknya sendiri tapi juga bagi anak-anak lain yang dipasrahkan dalam pengawasannya.
Sekian cerita sekilas tentang kegiatan Playdate Co-op kami. Siapa tahu menginspirasi teman-teman lain untuk membentuk sendiri klub kencan main di kota masing-masing
no replies