Kita semua setuju, kemampuan untuk fokus sangat penting dalam proses belajar anak. Adanya perhatian penuh akan menentukan bisakah ia mengendalikan arus pikirannya sendiri ke arah yang ia inginkan, yang hendak ia ingat dan olah. Pertanyaannya, mengapa sebagian anak tak mampu fokus?
Manjurkah Obat?
Ada dua kategori anak yang kesulitan fokus. Pertama, anak yang pikirannya terlalu aktif, minat mereka cepat berpindah dari satu perkara ke perkara lain. Kedua, anak yang pikirannya terlalu lamban, sering kosong dan melamun. Namun, hasil akhirnya kurang lebih sama. Anak-anak yang kesulitan fokus akan gagal menyelesaikan suatu tugas atau kegiatan yang harusnya dia kerjakan, sekalipun dia telah memulainya.
Bagaimana membantu anak-anak yang kesulitan memperhatikan ini agar lebih fokus? Ada orangtua, guru, atau sekolah yang mencoba obat-obatan hiperaktivitas (ADHD). Hasilnya, memang betul anak-anak yang mengkonsumsi obat-obatan itu tampak lebih tenang mengikuti pelajaran, lebih tekun menggarap tugas ‘membosankan’.
Namun, ternyata obat-obatan ADHD tak bisa menuntaskan masalah kesulitan fokus secara permanen. Begitu pengobatan dihentikan, gejala susah memperhatikan pun kembali. Bahkan dalam jangka panjang diduga obat-obatan seperti Ritalin ini malah bisa menumpulkan kemampuan nalar.
Faktor Eksternal dan Internal
Menurut Dr. Dianne McGuinness, rendahnya daya perhatian anak bisa terjadi ketika tugas atau kegiatan yang dia hadapi terlalu melelahkan otaknya (too overwhelming) atau sebaliknya, kurang menarik baginya (insufficiently compelling). Dengan kata lain, faktor motivasi berperan besar dalam hal fokus.
Ini berarti salah satu kunci untuk menangani keluhan “anak sulit memperhatikan” adalah menyesuaikan pendekatan dan metode pembelajaran dengan tahap tumbuh kembang dan karakteristik tiap anak. Terbukti, ketika jenis tugas atau model pembelajarannya diubah jadi lebih interaktif, pendampingan lebih individual, lebih banyak ruang untuk bergerak, daya perhatian anak yang semula rendah bisa meningkat.
Selain faktor eksternal, cermati pula faktor internal. Mari ingat kembali bahwa fondasi daya perhatian sudah mulai diletakkan sejak janin masih dalam kandungan. Trauma, toksin, kebisingan, atau hal lain yang mengganggu pertumbuhan otak bayi sebelum dan setelah dia lahir akan berpengaruh negatif pada kekuatan konsentrasinya kelak.
Riset mendapati, momen emas perkembangan daya perhatian anak berlangsung terutama di usia 3-6 tahun. Pada rentang umur itu, jejaring syaraf otak (sinapsis) yang mengatur daya konsentrasi berkembang pesat. Tetapi keseluruhan jejaring sinapsis ini belum akan matang sampai anak mencapai usia dewasa.
Otak anak berkembang mulai “dari bawah ke atas, dari dalam ke luar”, dari batang otak yang berurusan dengan instink bertahan hidup, lalu ke otak limbik yang mengatur emosi dan memori, sampai ke otak korteks depan yang berfungsi sebagai ‘sang direktur’.
Apakah korteks depan anak betul-betul kemudian akan berhasil tampil sebagai ‘sang direktur’ yang berwibawa? Itu sangat tergantung pada proses pembelajaran yang dia lewati sehari-hari. Apakah anak belajar untuk memilah dan mengelola stimuli mental yang dia terima, sehingga dia bisa menjadi jenderal atas arus pikirannya sendiri?
Pentingnya Gerak dan Bermain Bebas
Kemampuan untuk fokus adalah hasil dari otak anak yang berkembang matang dan optimal. Hal itu pertama-tama terkait dengan tumbuh kembang jasmaninya. Selain pengaturan diet yang sehat, cukupnya aktivitas jasmani sangat penting.
Angka penurunan kemampuan fokus anak berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah anak yang mengidap obesitas. Berbagai riset telah membuktikan bahwa ada korelasi antara kegiatan motorik dengan prestasi akademis siswa-siswi di sekolah.
Syaraf-syaraf otak yang mengurusi kerja mental bertetangga dekat dengan syaraf-syaraf otak yang mengatur kerja otot-otot. Ketika anak bermain dan menggunakan ototnya, baik motorik kasar maupun halus, tanpa sadar dia juga menstimulasi mentalnya. Bahkan tak berlebihan kalau dikatakan bahwa agar otak anak berkembang, dia harus banyak bergerak.
Terapis Dr. Jean Ayres yakin, gerak jasmani adalah fondasi bagi proses pembelajaran. Orangtua dan guru seringkali terlalu sibuk menstimulasi mental anak, sampai abai pada tubuhnya. Padahal, menurut Dr. Phyllis Weikart, kalau kurang bermain dan menggerakkan tubuh, potensi belajar anak bisa tumpul.
Bermain bebas khususnya sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang otak anak. Biarkan anak-anak bersama teman-temannya lintas usia mengatur sendiri apa yang mau mereka mainkan dan bagaimana mereka ingin memainkannya.
Anak juga butuh ‘keheningan’. Terlalu banyak kegiatan terstruktur (les!) membuat otak mereka kelelahan. Mereka perlu belajar mengenali irama di dalam diri mereka sendiri, mengurai isi pikiran mereka secara tenang, menikmati hari-hari mereka, merasa punya kendali atas hidup mereka.
Selain aspek jasmani, anak juga butuh latihan mental. Pertama, ajari anak membuat rencana, berpikir sebelum bertindak. Kedua, ajari anak untuk bersabar dengan proses, tidak selalu langsung memperoleh yang dia inginkan (delay gratification). Ketiga, tingkatkan keterampilan anak menuangkan pemikirannya secara verbal, karena keterampilan berbahasa akan meningkatkan ketajaman fokus anak. (bersambung)
Ini adalah ringkasan bab kedelapan Endangered Minds karya klasik psikolog pendidikan Jane Healy yang oleh Ambleside Online disebut sebagai “buku yang wajib dibaca oleh setiap orangtua!”.
Saya baru mau mulaiHS dengan anak ank menggunakan metode CM. Bisa kasih liat living book untuk bacaan anak anak saya (12th,7th dan 2,5th)
Makasih mba
Sila kontak dengan komunitas CM terdekat untuk ngobrol lebih lanjut tentang pilihan living books ya, mbak Eva. Terima kasih kembali!