Jakarta,CM Indonesia – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengakui, keputusan pemerintah untuk tetap melanjutkan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di tahun 2017 memang sarat dengan pertimbangan politis.
“Keputusan Presiden Joko Widodo mengenai pelaksanaan UN penuh pertimbangan politis, tapi merupakan sesuatu yang bijak,” kata Muhadjir dalam rapat koordinasi pelaksanaan UN di Jakarta, Kamis (22/12). Disebut bijak karena meliputi pelaksanaan UN dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengusulkan moratorium UN agar dapat melakukan pembenahan pendidikan lebih menyeluruh. Akan tetapi, usul itu ditolak oleh Presiden dan Wakil Presiden. “Di kabinet banyak yang mendukung moratorium UN, tapi ada juga yang tidak mendukung,” terang mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.
Karena UN diputuskan jalan terus, Kemdikbud harus berusaha menunaikan tugas itu sebaik-baiknya. “Pekerjaan kita, bagaimana mengurangi dampak negatif dalam pelaksanaan UN ini. Kita harus menyelenggarakan UN dengan jujur dan berintegritas,” kata Muhadjir di hadapan ratusan kepala dinas pendidikan dari seluruh Indonesia.
USBN Belum Menyelesaikan Masalah Mendasar
Menanggapi pernyataan Mendikbud tersebut, Direktur Pusat Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Universitas Surabaya Anindito Aditomo menganggap istilah “bijak” yang dipakai tidak tepat. “Baru bisa dibilang bijak bila ada komitmen dan kerangka kerja yang jelas untuk perombakan UN secara mendasar,” kata Anindito.
Menurutnya, USBN yang sekarang disiapkan Kemdikbud masih belum menyentuh problem mendasar, yakni sifat UN yang sangat menentukan nasib siswa (high stakes) untuk naik ke jenjang pendidikan selanjutnya.
“Sifat high stakes itu mempengaruhi motivasi belajar, belajar menjadi identik dengan mendapatkan nilai dan lulus ujian,” terang dosen Fakultas Psikologi Ubaya ini. Selain kenikmatan belajar hilang, UN yang demikian akan mendorong siswa melakukan kecurangan, tambahnya. (EK/Berbagai sumber)
no replies