Apa bayangan anda saat disebutkan kata ‘pendidikan’? Kelas yang disesaki anak-anak berwajah bosan? Guru yang ceramah di depan kelas menjelaskan berbagai hal yang akan segera anak-anak itu lupakan?
Pendidikan memang sering dianggap sebagai persekolahan, proses akademis rumit yang eksklusif jadi urusan para guru, kegiatan belajar-mengajar sulit yang tak mungkin dijalankan oleh orang-orang awam.
Namun, Charlotte Mason punya konsep berbeda tentang pendidikan. Kata “pendewasaan” (bringing up) sepertinya lebih tepat untuk memuat ide-ide Charlotte mengenai apa itu pendidikan.
***
Kita semua berharap anak kita didewasakan sebaik-baiknya. Namun, kalau kedewasaan betul-betul menjadi ukuran sukses, kita bakal tersadar bahwa pendidikan mestinya lebih dari sekadar menyiapkan anak agar punya keterampilan-keterampilan dasar untuk mencari nafkah.
Mencetak banyak uang tidak identik dengan sukses. Seseorang yang berhasil menjadi kaya raya tapi tidak memiliki nilai-nilai moral, keluhuran budaya, sikap cendekia, atau pengenalan akan dirinya sendiri, hanya akan mendapati hidupnya hampa, bahkan tidak mampu memanfaatkan kekayaan itu secara bijak.
Setiap orang harus mencapai kesuksesannya sendiri yang otentik, dan sukses yang bermakna itu lebih penting ketimbang berapa banyak uang yang ia hasilkan.
Sukses yang pertama dan terpenting adalah kemampuan seseorang untuk menghidupi tahun-tahun pemberian Tuhan dengan cara yang Tuhan kehendaki. Supaya mampu melakukan itu, ia harus mengasah secara optimal hati, pikiran, dan jiwanya. ia harus tahu cara memilah yang baik dari yang jahat, lalu memilih yang baik dan menolak yang jahat.
***
Apakah kurikulum terbaik untuk mendewasakan kepribadian anak? Apa kurikulum terbaik agar anak mencapai sukses yang otentik dalam hidupnya? Apa pun rincian kurikulum yang anda pakai di rumah atau di sekolah, yakinkan bahwa anak atau siswa anda setiap hari mendapatkan:
Sesuatu/Seseorang untuk Dicintai
Sebagai manusia, kita tidak terinspirasi lewat tes-tes pilihan ganda atau nilai transkrip ujian, tapi terutama oleh pribadi-pribadi yang kita kenal, kagumi, dan cintai sepanjang hidup kita.
Kita banyak belajar lewat persahabatan dan hal-hal yang kita akrabi. Kita bisa mengenang betapa tindakan-tindakan orang yang kita kagumi mempengaruhi perilaku kita.
Kemudian ingat juga antusiasnya kita saat menekuni hobi kita, mencurahkan banyak waktu dan tenaga untuk itu, mungkin itu berkebun, menata rumah, atau memerintah negara.
Mencintai apa yang kita kerjakan – seperti juga mencintai orang-orang tertentu – mengajari kita banyak hal yang tidak bisa diajarkan oleh sekolah atau sistem pendidikan mana pun.
Anak terinspirasi oleh relasi-relasi yang mereka bentuk, dan semua ini turut membentuk kepribadian mereka. Entah itu orangtua, kakak, adik, sahabat, kucing, anjing, kelinci, atau hamster, kita semua butuh seseorang dan sesuatu untuk kita cintai.
Ada banyak kesempatan, terutama di keluarga, untuk membiasakan anak mencintai sesuatu atau seseorang. Ada pula banyak cara untuk membiasakan anak memberikan pelayanan penuh cinta kepada orang lain.
Temukanlah dan gunakanlah kesempatan-kesempatan itu. Di sepanjang masa pendidikan mereka, kita perlu memperkenalkan mereka kepada banyak pribadi, tempat, dan wujud.
Sesuatu untuk Dikerjakan
Maksudnya tentu saja sesuatu yang berharga untuk dikerjakan. Seorang anak yang menatap kosong ke layar televisi tidak benar-benar sedang mengerjakan sesuatu yang berharga.
Kalau anak kita mengeluh, “Aku tidak punya kegiatan!” yang mereka maksudkan sebenarnya adalah, “Buat aku terhibur.” Memberi sedikit hiburan tidak berbahaya, tapi bisa membuat anak menjadi pasif.
Lebih dari sekadar hiburan, anak perlu memperoleh tugas-tugas yang bermakna, untuk mencipta dan berkarya. Anak senang melihat hasil kegiatannya sendiri. Biarlah di rumah kita sering terdengar seruan, “Mama, Papa, lihat yang sudah kubuat ini!”
Beberapa contoh kegiatan yang bisa masuk daftar untuk dikerjakan anak:
- Menjahit baju boneka atau merajut syal
- Berkebun atau memelihara tanaman
- Mengupas dan memotong-motong sayur di dapur
- Belajar sepuluh kata bahasa asing lewat lagu
- Mengajari adik main lompat tali
- Membangun miniatur rumah atau jam gadang
- Membuat pertunjukan boneka buat keluarga
Sesuatu untuk Dipikirkan
Anak-anak yang dibesarkan tanpa diberi ide-ide-untuk dipikirkan paling banter akan tumbuh dengan dua gagasan saja: bekerja rutin dan bersenang-senang setelah selesai bekerja.
Sebaliknya, mereka yang terbiasa suka berpikir tidak akan bergegas mencandui segala jenis hiburan. Betul, setiap orang butuh juga bersenang-senang, tapi hiburan bukanlah pengganti yang sepadan bagi kegiatan berpikir dan merenung.
Namun, orang mustahil bisa berpikir kalau tidak ada bahan untuk dipikirkan. Jadi, dari mana anak-anak kita bisa menemukan bahan yang berharga untuk dipikirkan?
Banyak sekali! Anak bisa merenungkan ide-ide yang datang dari obrolan menarik dengan orang lain. Anak bisa merenungkan indahnya musik atau lukisan. Anak bisa mencermati harmoni pemandangan dan bebunyian di alam terbuka.
Dan jangan lupa buku-buku! Charlotte Mason sering bilang bahwa banyak ide hidup, yang layak berkembang biak dalam diri anak, tersedia dalam buku-buku – yakni buku-buku “sungguhan”, living books.
Perluas cakrawala pemikiran anak melampaui buku-buku teks. Pasok dia dengan pustaka hidup. Dari buku-buku bagus, anak kita mencicipi aneka gagasan terbaik yang disediakan oleh kebudayaan manusia.
Setiap anak semestinya bukan cuma bisa membunyikan kata-kata yang tercetak, tapi juga mampu menyerap pemikiran para lelaki perempuan hebat sepanjang masa yang tertulis di buku-buku itu sampai menjadi bagian dari pemikirannya sendiri.
Caranya? Mintalah anak atau siswa menarasikan buku-buku berkualitas. Latih mereka menggali ide-ide yang terkait dengan suatu bacaan lalu menceritakannya kembali dalam kata-kata mereka sendiri.
Kecintaan membaca dan keterampilan menyerap ide dari bacaan adalah modal yang luar biasa berharga untuk menjalani hidup! Setiap anak semestinya masuk ke dunia orang dewasa membawa modal ini.
***
Sekali lagi, apa pun kurikulum yang anda pakai, ingatlah untuk setiap hari memasok diri sendiri dan anak-anak tiga hal itu:
- sesuatu/seseorang untuk dicintai
- sesuatu yang berharga untuk dikerjakan
- sesuatu yang berharga untuk dipikirkan.
Kalau kita menyediakan bagi anak-anak tiga elemen itu dalam kurikulum belajarnya, kita sedang memberkati mereka dengan hal-hal substansial dari kebudayaan kita, dan minat mereka pada hal-hal itu akan terus tumbuh.
Seperti cangkir yang terus terisi, antusiasme akan meluap memenuhi hari-hari anak, mulai dari sesi akademis, sampai ke dalam kegiatan-kegiatan masa senggangnya, dan ia terus membawa antusiasme itu sampai dewasa, seumur hidup.
Ketika semasa kecil anak-anak telah terbiasa mencintai, memikirkan, dan mengerjakan hal-hal yang berharga, mereka akan dimudahkan merumuskan sendiri arah hidup mereka. Mereka punya pedoman tentang baik dan buruk. Mereka akan menjalani hidup yang otentik dan memuaskan, di bidang apa pun yang mereka pilih.
Saat itulah boleh dibilang tugas kita mendewasakan anak sudah tunai. Anak sudah mendapat pendidikan dalam arti yang sebenar-benarnya.
======
Tulisan ini disadur dari Karen Andreola, A Charlotte Mason Companion: Personal Reflections on the Gentle Art of Learning (1998) bab 3 “What is Education?”.
no replies