
Jakarta, CM Indonesia – Kebijakan Presiden untuk tetap melanjutkan Ujian Nasional (UN) dikhawatirkan berdampak buruk pada pendidikan karakter anak-anak Indonesia. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Dewan Pendidikan DKI Jakarta Itje Chodidjah, Rabu (21/12).
“Karakter integritas adalah salah satu karakter utama yang digagas oleh Kemendikbud, itu nyaris tidak akan bisa dicapai jika UN diselenggarakan seperti yang sudah-sudah,” kata Itje. Menurutnya, posisi UN yang dianggap masyarakat sebagai penentu utama nasib anak itu melahirkan praktik kecurangan.
Pelatih guru berskala internasional ini beranggapan, sebetulnya jika UN dipakai murni sebagai alat pemetaan, kecurangan tidak akan terjadi. “Masyarakat akan sadar bahwa UN tidak menentukan kehidupan anak-anak dan tidak ada perlunya melakukan kecurangan dalam bentuk apa pun, jadi UN tidak akan menghambat penguatan pendidikan karakter,” jelas Itje.
“Jadi, walau (dibilang) tidak menjadi penentu utama, tapi kalau UN masih mempengaruhi kehidupan anak, kecurangan akan tetap merajalela,” ujar anggota Dewan Pembina Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ini. “Kalaupun pemerintah mau tetap menyelenggarakan UN tahun 2017, maka UN harus murni untuk pemetaan,” harapnya.
Presiden Ikut Melanggar Hukum
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam keras keputusan Presiden untuk terus melanjutkan UN. “Presiden ambil bagian dalam tindakan pelanggaran hukum karena amanat putusan Mahkamah Agung jelas menyatakan bahwa UN harus ditunda sampai tercapanya pemerataan pendidikan di Indonesia,” kata pengacara publik LBH Jakarta Alldo Fellix Januardy.
Tahun 2006 lalu, tokoh-tokoh masyarakat antara lain Adnan Buyung Nasution dan Sophia Latjuba mengajukan gugatan warga negara (citizen lawsuit) untuk menolak UN ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Para penggugat dimenangkan tahun 2007, yang dikuatkan lagi oleh Pengadilan Tinggi Jakarta di tahun yang sama. Upaya kasasi pemerintah kembali ditolak oleh Mahkamah Agung tahun 2009 melalui putusan nomor 2596K/PDT/2008. (EK)
no replies