Yogyakarta, CM Indonesia – Rancangan petunjuk teknis (juknis) sekolahrumah segera disahkan awal 2017. Salah satu poin yang telah difinalkan oleh Kemdikbud adalah salah satu orangtua dari anak homeschooler harus bergelar S1 sebagai syarat terdaftar di dinas pendidikan.
Hal ini diterangkan oleh Fauzi Eko Pranyono, anggota tim perumus juknis sekolahrumah, dalam acara Sarasehan “Homeschooling dalam Peta Kebijakan Pendidikan Nasional” yang diselenggarakan oleh Indonesia Homeschoolers di aula rumah mendiang YB Mangunwijaya (Romo Mangun), gang Kuwera Yogyakarta, Minggu (11/12) lalu.
“Mau jadi guru TK saja sekarang harus S1, jadi wajar saja kalau Pemerintah minta orangtua homeschooling punya pendidikan memadai, kan?” demikian Fauzi menjawab peserta yang mempertanyakan rasional dari syarat gelar S1 tersebut. “Tidak perlu dua-duanya, cukup salah satu orangtua saja, dan gelarnya juga tidak harus linier dengan mata pelajaran yang akan diajarkan ke anak.”
Fauzi menjelaskan bahwa kebijakan rancangan juknis ini masih lebih ringan jika dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti Korea dan Amerika. “Cukup gelar S1 dan membuat pernyataan kesanggupan bahwa sanggup menjalani sekolahrumah, Pemerintah sudah bisa menerima tanpa menguji lagi kompetensi manajerial dan metodiknya, ibaratnya hanya dengan niat ingsun,” katanya.
Rancangan juknis sekolahrumah mengatur perizinan praktik sekolahrumah tunggal dengan cara mendaftar ke dinas pendidikan kabupaten/kota. Setelah mendaftar, keluarga homeschooler akan mendapat Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) dan peserta didik mendapat Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) sehingga integral dengan sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Ini memudahkan model multi-entry multi-exit yang dikehendak UU Sisdiknas.
Setelah mendapat NPSN dan NISN, orangtua homeschooler punya kewajiban untuk menginput data nilai-nilai anaknya setiap semester. Kurikulum minimal yang wajib diajarkan adalah agama, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, serta bahasa Indonesia. Tapi nilai semua mata pelajaran lain juga harus ada isinya.
Menanggapi pertanyaan peserta, bagaimana kalau ada orangtua homeschooleryang “garis keras” dan merasa tidak butuh ijazah, jadi tak mau mendaftar ke dinas pendidikan, Fauzi mengingatkan bahwa Negara punya program wajib belajar 9 tahun. “Jangan sampai nanti kena pidana karena dianggap melalaikan hak pendidikan anak,” amarnya. (EK)
no replies