Jakarta, CM Indonesia – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy merasa optimis sistem ujian berbasis komputer bisa mengurangi perilaku curang dalam Ujian Nasional, asalkan sekolah-sekolah juga tidak membiarkan kecurangan terjadi, misalnya demi mengejar tingkat kelulusan yang tinggi.
“Sekolah jangan membangun paradigma curang,” kata Muhadjir di Jakarta, Jumat (6/1). Menurut Mendikbud, proses kecurangan tidak dilakukan hanya oleh perorangan. “Banyak pihak yang terlibat dalam proses kecurangan tersebut.”
Untuk memperkecil kecurangan itulah diterapkan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), selain untuk efisiensi. Target Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di tahun ini 80 persen UN dilaksanakan berbasis komputer, hanya 20 persen saja yang masih berbasis kertas dan pensil. “Di wilayah pedalaman, UN masih menggunakan kertas dan pensil karena keterbatasan infrasruktur,” jelas Muhadjir.
Dari data yang terkumpul di Kemdikbud, hingga saat ini baru ada 12.023 sekolah yang siap untuk UNBK dari total 97.645 sekolah. Mengatasi masalah ini, Muhadjir berjanji, Kemdikbud akan melakukan pengadaan sekitar 40.000 unit komputer pada akhir Januari. Solusi lainnya adalah antar sekolah saling meminjam sarana dan prasarana.
Potensi Kebocoran Soal Tetap Besar
Tentang bisakah UNBK mengatasi perilaku curang, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Lisyarti menduga efeknya tidak akan besar. “Mungkin bisa diminimalisir sedikit, tapi peluang kebocoran soal tetap besar,” kata Retno saat dihubungi lewat telpon, Selasa (10/1).
Kemungkinan bocornya soal muncul karena pelaksanaan UNBK tidak serentak, tapi terbagi menjadi sekitar tiga rombongan per hari. “Rombongan pertama bisa bocorkan sebagian soal ke rombongan kedua, rombongan kedua bocorkan ke rombongan ketiga,” jelas pegiat pendidikan yang konsisten menyuarakan moratorium UN ini.
Sementara itu, dari India, matematikawan dan pemerhati pendidikan Iwan Pranoto menganggap UNBK bukan solusi yang mendasar untuk masalah kecurangan. “Permasalahan utama UN itu adalah soal yang tidak andal. Anak paham tak pasti bisa menjawab dengan benar, sedang anak yang tak paham berpeluang menjawab benar.”
Negeri dan Swasta Sama Keteteran
Dihubungi secara terpisah, sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta merasa kesulitan menyiapkan UNBK. Wakil Kepala Sekolah Bagian Sarana Prasarana SMKN 10 Bima Eka Ilham mempertanyakan rencana bantuan dari Pusat untuk pengadaan komputer. “Katanya ada bantuan dari Pusat, tapi toh kami sendiri yang mengusahakan dari dana sekolah,” kata Eka.
Kesulitan khususnya dirasakan oleh sekolah-sekolah yang “miskin”, padahal mulai pengadaan komputer sampai penataan ruang bisa menelan dana puluhan juta. Menurut Eka, dari 16 SMK di Bima, hanya sekitar tiga SMK saja yang relatif sudah siap UNBK. Ketiganya adalah sekolah yang sudah mapan secara finansial dan memiliki unit produksi penopang.
Keluhan datang bahkan dari sekolah di kota besar. “Kami tak punya dana untuk membeli komputer, jadi terpaksa laptop siswa dikumpulkan di sekolah untuk di-install,” papar Euis Nurjanah, guru salah satu SMK swasta di Jakarta.
Penulis: Ellen Kristi (berbagai sumber)
no replies