Jakarta, CM Indonesia – Pembentukan karakter anak melalui sastra dipandang efektif, sehingga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan menentukan karya sastra apa saja yang dianggap tepat untuk jadi bahan bacaan siswa di setiap jenjang pendidikan.
“Sastra membantu program penanaman pendidikan karakter [anak-anak], mulai tahun ini kami akan coba melakukan hal itu,” ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud Hilmar Farid dalam acara peresmian kantor baru Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Rabu (4/1) kemarin di Jakarta.
Menurut Hilmar, karya sastra yang tepat untuk anak usia SD sampai SMP adalah cerita rakyat, fabel, maupun dongeng. Catatannya, pilihan cerita mesti relevan dengan konteks daerah masing-masing. “Misalnya cerita rakyat di Makasar, belum tentu cocok jika diajarkan di Jawa,” ujar lelaki yang pernah menerjemahkan buku cerita anak karya Enid Blyton dan Astrid Lindgren tersebut.
Di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, siswa akan mendapat materi karya sastra yang lebih berbobot. Hilmar berharap anak usia SMA membaca kanon sastra, yakni sastra yang dianggap penting dan yang seharusnya ada dalam sejarah kesusastraan suatu bangsa.
Selanjutnya, dalam penyusunan kanon sastra, Hilmar akan merangkul HISKI untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi karya sastra yang ada. “Pengkategorian ini kami harap bisa jadi pegangan bagi para guru dalam mengajarkan sastra di sekolah,” tambah peraih gelar doktor di bidang kajian budaya dari National University of Singapore ini.
Ketua Umum HISKI, Profesor Suwardi Endraswara, menyambut baik rencana Kemdikbud tersebut. “Sastra sangat cocok dijadikan salah satu cara mendidik karakter karena prinsip sastra itu mendewasakan manusia,” katanya. “Tujuan sastra juga untuk mengubah tingkah laku manusia menjadi lebih berbudaya, humanis, serta sadar diri.” (AM/EK)
no replies