Semarang, CM Indonesia – Berbagai kendala yang dihadapi praktisi homeschooling berasal dari paradigma yang mengidentikkan pendidikan dengan persekolahan. Demikian hasil diskusi Indonesia Homeschoolers dalam sesi Analisis Sosial yang difasilitasi oleh Ein Institute di Semarang.
Dipandu oleh Yvonne Sibuea, dua belas orangtua homeschoolers dari Jakarta, Cilegon, Semarang, Yogyakarta, Malang, sampai Nias berkumpul tanggal 24-25 Oktober lalu untuk membincangkan berbagai masalah yang umum dihadapi mereka sebagai individu maupun komunitas. Salah satu problem yang mencolok adalah tidak pahamnya masyarakat dan pejabat dinas pendidikan setempat tentang praktik homeschooling. Ketidakpahaman ini membuat homeschooling sering disalahartikan dengan lembaga bimbingan belajar (bimbel) atau sekolah fleksibel (flexischool).
“Homeschooling adalah sebutan bagi model pendidikan saat keluarga memilih menyelenggarakan sendiri dan bertanggungjawab pada pendidikan anak-anaknya,” terang pendiri Rumah Inspirasi Aar Sumardiono. Lewat model ini, orangtua bisa memfasilitasi anak untuk belajar apa saja yang diminati, belajar di mana saja yang disukai, belajar dengan cara apa saja yang sesuai, belajar kapan saja yang diinginkan, belajar dari siapa saja yang mencerahkan. Belajar dipandang sebagai hak alih-alih
kewajiban, menyenangkan alih-alih membebani.
Pendidikan seharusnya tidak diidentikkan dengan persekolahan, tetapi butuh kerja keras untuk mengubah sudut pandang masyarakat dan kebijakan pemerintah. Untuk itu, para peserta sesi ini sepakat untuk bekerja lebih serius membangun jejaring homeschoolers lintas kota, baik secara daring (online) maupun luring (offline).
no replies