Oleh: Erin Pavlina*
Beberapa hari lalu, anakku bertanya begini padaku, “Mama, bagaimana aku tahu bahwa aku sedang menjalani hidup di jalur yang benar? Bagaimana aku tahu pilihan-pilihan mana yang seharusnya kuambil? Bagaimana kalau ternyata aku salah jalan?”
Maka kujawab, “Bayangkanlah hidupmu bagaikan permadani yang sedang kautenun. Engkau diberi benang-benang berbagai warna, juga alat tenun untuk merenda benang-benangmu. Namun kau sendirilah yang harus memutuskan warna apa yang mau kau pakai, kisah apa yang mau kau tenunkan ke dalam permadanimu, dan kapan kau ingin menjalinkan benang orang lain ke dalam riwayatmu itu.
Setiap kali kau membuat pilihan, pilihlah dengan eling, sesadar mungkin. Kalau dihadapkan pada suatu tawaran, pertimbangkanlah seperti ini: Benarkah aku menginginkan pengalaman ini ada dalam permadaniku? Benarkah aku ingin bergaul dengan orang-orang yang akan dihadirkan keputusan ini dalam hidupku? Apakah pilihan ini akan membuat gambar di permadaniku lebih membahagiakan atau justru membuatku sedih melihatnya?
Bisa jadi kau belum tahu jawaban pastinya, tapi ajukan tebakanmu yang terbaik. Selalu pikirkan jawabannya dengan eling, sesadar mungkin.
Andaikata kau terlanjur menenunkan sesuatu ke dalam permadanimu yang akhirnya kau sesali, katakan: baiklah. Lalu langsung saja membuat cerita baru yang berbeda. Permadani ini milikmu, ciptakan gambar yang kau mau. Jangan biarkan orang lain mendikte kau harus pakai benang warna apa. Jangan lanjutkan menenun suatu panorama yang membuatmu tersiksa. Kau bisa berhenti dulu dan berganti benang setiap saat.”
Anakku bilang, “Bagaimana kalau aku tak pandai menenun? Bagaimana kalau permadaniku tidak jadi gambar apa-apa?”
Inilah jawabanku.
“Kau sedang menenun setiap hari, entah kau sadar atau tidak atas setiap pilihan hidupmu. Seperti saat ini, kau sedang menenun kegiatan sekolah dalam permadanimu. Ada kucing lucu dalam permadanimu, yang kau rawat dan sayangi setiap hari. Ada banyak video games juga dalam permadanimu saat ini. Apakah kau memilih semua itu secara bertujuan atau acak asal-asalan saja?
Makin bisa kau menenun permadanimu secara eling, hidupmu bakal makin penuh kebahagiaan. Jadilah seorang seniman yang mengendalikan penuh permadaninya mau jadi seperti apa. Apakah kau sedang menenun kemalasan atau ketekunan? Apakah kau sedang merajut kegelisahan atau ketenangan?
Coba lihat-lihat juga karya-karya yang sedang ditenun orang lain. Kalau ada yang kau sukai, contoh saja untuk kau tenunkan di permadanimu sendiri.”
Kata anakku lagi, “Aku mengamati permadanimu, Mama. Kau sedang menenun kemandirian, rasa percaya diri, dan kemampuan mengelola keuangan yang bagus. Tapi juga banyak junk food. Itu yang kulihat di permadanimu.”
Aku tersenyum, “Iya, benar. Semua itu ada dalam cerita hidup Mama. Kau sendiri ingin permadani yang seperti apa saat kau besar nanti?”
Jawabnya, “Aku ingin punya banyak uang. Aku ingin hidupku penuh cinta. Aku ingin merdeka melakukan hal-hal yang aku suka kapan pun aku mau.”
Kubilang padanya, “Amin. Maka mulailah berpikir, apa yang saat ini bisa kau tenun supaya permadanimu kelak menjadi seperti itu.”
Dia berkata, “Aku paham. Kalau sekarang aku menenun kebiasaan-kebiasaan buruk, semua itu akan jadi bagian dari kisah hidupku kelak. Kalau aku menenun pilihan-pilihan cerdas ke dalam permadaniku, kelak hidupku akan menyenangkan.”
“Betul,” ujarku. “Menenunlah dengan eling, sesadar mungkin. Langkahmu masih jauh dan waktumu masih panjang untuk membuat berbagai perbaikan dan perubahan sambil jalan. Hargailah detil apa pun yang telah tertenun ke dalam permadanimu, yang sudah menjadi masa lalumu. Hasil akhirnya nanti seperti apa, itu tetap tergantung padamu.”
***
Jadi, permadani macam apa yang sedang anda tenun saat ini? Sudahkah anda menenun kehidupan dengan kesadaran penuh? Atau hanya merajutkan benang-benang yang dipaksakan oleh orang lain?
Periksalah permadani itu. Cermati riwayat hidupmu. Perlukah melakukan perubahan-perubahan? Terima dan hargailah asal-usulmu, tapi putuskan dengan kesadaran penuh ke mana kau menuju.
* Diterjemahkan dari tulisan Erin Pavlina “Weaving Your Tapestry” oleh Ellen Kristi.
no replies