KONTAK |  KEGIATAN | REKOMENDASI BUKU |

  • TENTANG CM
    • Sekapur Sirih
    • Profil Charlotte Mason
    • 20 Butir Filosofi CM
    • Serial Home Education
    • Leksikon Metode CM
    • Bahan Belajar Metode CM
  • BERITA
  • KOLOM
  • PODCAST
CMIndonesia.com
  • PRINTABLES
    • KERTAS BERGARIS
    • REKOMENDASI BUKU #1
  • BUKU
    • Laman Reseller & Dropshipper
  • ARTIKEL
    • Praktik CM
    • Refleksi CM
    • Pengasuhan
    • Pengembangan Diri
    • Kata Riset
    • Mancanegara
  • RUBRIK
    • Opini
    • Resensi
    • Sosok
    • Tanya Jawab
    • Wawancara
  • TENTANG CM
    • Sekapur Sirih
    • Profil Charlotte Mason
    • 20 Butir Filosofi CM
    • Serial Home Education
    • Leksikon Metode CM
    • Bahan Belajar Metode CM
  • BERITA
  • KOLOM
  • PODCAST
  • PRINTABLES
    • KERTAS BERGARIS
    • REKOMENDASI BUKU #1
  • BUKU
    • Laman Reseller & Dropshipper
  • ARTIKEL
    • Praktik CM
    • Refleksi CM
    • Pengasuhan
    • Pengembangan Diri
    • Kata Riset
    • Mancanegara
  • RUBRIK
    • Opini
    • Resensi
    • Sosok
    • Tanya Jawab
    • Wawancara
January 4, 2021  |  By Ellen K In Mancanegara, Pengasuhan
Membesarkan Anak Bukan Hanya Urusan Ibu-ibu
essex
Post Views: 275

Ini hal penting tentang pengasuhan anak yang perlu kita soroti: anak-anak terlahir dari ayah dan ibu, maka kita harus memprotes keras anggapan bahwa pendidikan hanya urusan ibu-ibu.

Tugas ayah bukan hanya berkutat di tempat kerja untuk mencukupi nafkah finansial-material. Anak butuh ayah yang hadir berperan serta dalam pengasuhannya. Di sisi lain, tugas ibu juga seharusnya tidak sebatas mengurusi tetek-bengek rumah tangga.

Sungguh mengherankan, mengapa para pemikir pendidikan malah sebagian besar laki-laki? Ke mana para pemikir perempuan? Sebagai sosok yang paling banyak beperan dalam praktik pendidikan, para ibu mesti lebih banyak bersuara dan terlibat dalam dialog teoritis tentang cara terbaik membesarkan anak.

***

Pada umumnya orangtua memulai karir membesarkan anak dengan memandang anak itu seperti kertas kosong. Ayah-ibu berambisi hendak menuliskan berbagai hal di lembaran polos itu.

Namun seiring waktu berjalan, satu per satu ciri khas anak sebagai pribadi utuh bermunculan, orangtua acap terkejut-kejut karenanya, entah terkejut senang atau kesal. Ayah-ibu yang realistis dan memahami kodrat anak sebagai manusia akan berdamai dengan realitas bahwa anak tidak selalu berperilaku seperti ekspektasi mereka.

Dari bayi mungil yang tidak bisa apa-apa, anak lalu berkembang pesat. Ayah-ibu dengan gembira melihatnya mulai berjalan dan berkegiatan. Jika diberi kebebasan dan kepercayaan, bocah itu makin lama makin mandiri.

***

Pada tahun-tahun pertama kehidupan anak, prinsip masterly inactivity (membiarkan anak yang lebih banyak berinisiatif menentukan kegiatan, orangtua memfasilitasi atau mengawasi saja) tampak memadai. Meski orangtua tidak terlalu banyak ikut campur, anak sudah selalu sibuk belajar, karena ia penasaran tentang apa saja.

Tugas orangtua di masa usia dini anak sebatas memastikan ia cukup makan, cukup istirahat, cukup kasih sayang, memperkenalkan buku-buku, membiarkannya banyak bermain bebas dan bergaul alamiah dengan lingkungannya, anak pun tumbuh sehat dan bahagia. Akan tetapi seiring anak bertambah umur, kita akan mulai menyadari bahwa masterly inactivity saja tak lagi memadai.

***

Jangan terlalu cepat puas kalau melihat anak secara umum relatif manis dan berperilaku “normal” – dia menuruti orangtua, pergi bersekolah, mengerjakan PR. Sebagai pendidik yang paling bertanggung jawab atas anak, ayah-ibu harus bertanya: apakah ini sudah cukup?

Jika cita-cita pendidikan kita cuma sebatas anak bisa beradaptasi dengan lingkungan, mungkin kenormalan itu cukup. Beda halnya jika yang kita cita-citakan adalah karakter luhur, menumbuhkan manusia yang sebaik-baiknya manusia.

Kalau karakter luhur tujuannya, kita akan sadar bahwa PR kita masih banyak: anak yang cerdas harus dididik agar tidak moody, anak yang suka menunda-nunda harus dididik agar disiplin, yang penakut agar asertif, yang pemarah agar ramah, yang suka berganti-ganti minat agar konsisten, dst. Pendidikan karakter mesti membantu anak-anak melampaui sifat-sifat bawaan alamiah mereka.

***

Banyak ide, tips, dan trik yang bisa kita terapkan untuk menumbuhkan karakter luhur anak. Prinsipnya, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit.

Kita ambil contoh soal kegiatan mendongeng (storytelling). Ini kegiatan yang sangat direkomendasikan bagi anak-anak usia prasekolah oleh Froebel, penggagas lembaga taman kanak-kanak (Kindergarten). Ada daya pikat lebih dalam kisah yang langsung didongengkan dibanding dibacakan lewat buku.

Biasanya anak akan minta kisah kesukaannya didongengkan berkali-kali. Hanya, pastikanlah bahwa kisah yang kita pilih itu bermutu dan kita tidak menyampaikannya secara asal-asalan. .

Baik sekali jika setiap ayah dan setiap ibu memiliki koleksi sekitar selusin cerita menarik yang mampu mereka kisahkan secara menarik pula. Lewat kegiatan mendongengkan kisah-kisah inspiratif secara berulang-ulang ini, kita menggugah pertumbuhan karakter anak

***

Froebel hanya salah satu dari pionir dan tokoh hebat dalam dunia pendidikan. Kita berhutang pada mereka, orang-orang yang berpikir jauh melampaui zamannya, sehingga walaupun berabad-abad telah berlalu, gagasan mereka masih saja tetap terasa relevan.

Namun sayang sekali kita para pendidik ini sering terjebak pada sikap malas. Warisan ide yang begitu kaya cuma ditelantarkan. Masihmembaca buku-buku dan esai-esai yang mereka tulis?

Sepertinya tidak. Perpustakaan-perpustakaan di kampus para calon guru terlalu fokus pada terbitan ilmiah terbaru. Tulisan para pemikir hebat itu mungkin dianggap sudah “kuno”. Dan orangtua, sempatkah membacanya?

Sebetulnya sebagai pendidik, kita tak boleh pasrah begitu saja pada kata ahli ini atau kata ahli itu. Guru-guru juga jangan membebek pada perintah atasan atau pengurus yayasan. Kita – ayah, ibu, dan guru – adalah pendidik, jadi kita wajib rajin studi mandiri tentang cara terbaik membesarkan anak-anak dan siswa-siswa kita.

=========

Tulisan ini disadur dari Editorial yang ditulis oleh Charlotte Mason dalam The Parents’ Review Vol. 1 1890/1891.

Sumber Foto: kidadl.com

Facebook Comments

Article by Ellen K

Ellen Kristi. Ibu tiga anak homeschooler, praktisi metode CM dan penulis buku "Cinta Yang Berpikir", berdomisili di Semarang. Dapat dihubungi lewat ellenkristi@gmail.com

Previous StoryDIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #5
Next StoryMembantu Anak Belajar dari Masa Lalu Orangtuanya

Related Articles

  • manca_tantrum_736_420
    Mengapa Orangtua dan Guru Belum Berhasil Mendewasakan Karakter Anak?
    View Details
  • Preschool-Classroom-empty_736_420
    Ke Mana Arah Pendidikan Anak Usia Dinimu?
    View Details

no replies

Leave your comment Cancel Reply

(will not be shared)

Charlotte Mason Indonesia

Media informasi pendidikan karakter. Menyajikan beragam berita, gagasan filosofis sampai tips dan trik bagi orang tua dan guru agar berhasil mendidik anak menjadi pribadi yang “berpikir tinggi, hidup membumi.”

Cinta yang Berpikir. Penulis: Ellen Kristi

Terbaru

  • Mengapa Orangtua dan Guru Belum Berhasil Mendewasakan Karakter Anak? January 15, 2021
  • Ke Mana Arah Pendidikan Anak Usia Dinimu? January 13, 2021
  • Belajar Musik: Haruskah Menunggu Anak Tampak Berminat atau Berbakat? January 11, 2021
  • Profesi Mana yang Paling Tepat Untuk Anak Tekuni? January 6, 2021
  • Membantu Anak Belajar dari Masa Lalu Orangtuanya January 5, 2021
  • Membesarkan Anak Bukan Hanya Urusan Ibu-ibu January 4, 2021
  • DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #5 January 3, 2021
  • Bahayanya Membandingkan Diri dengan Praktisi CM Senior December 18, 2020
  • Sekilas Panduan CM Soal Belajar Geografi December 17, 2020
  • Apa Pentingnya Anak Belajar Sastra dan Puisi? December 16, 2020

Arsip

Charlotte Mason Indonesia

Alamat
Jl. Jeruk VII/24
Semarang 50249

Jam Kegiatan:
Senin—Jumat: 9:00AM–5:00PM

POPULER

  • Ke Mana Arah Pendidikan Anak Usia Dinimu? 1.3k views | 0 comments | by Ellen K | posted on January 13, 2021
  • Membantu Anak Menemukan Tujuan Hidupnya 874 views | 0 comments | by Ellen K | posted on November 22, 2011
  • Belajar Musik: Haruskah Menunggu Anak Tampak Berminat atau Berbakat? 576 views | 0 comments | by Ellen K | posted on January 11, 2021
  • Mengapa Orangtua dan Guru Belum Berhasil Mendewasakan Karakter Anak? 576 views | 0 comments | by Ellen K | posted on January 15, 2021
  • Tunjukkan Cinta Lewat Waktu 361 views | 0 comments | by Ellen K | posted on November 26, 2011

KOMENTAR TERKINI

  • Ellen K on Pekerjaan Tak Sesuai “Passion”, Haruskah Ditinggalkan?
  • Anita on Pekerjaan Tak Sesuai “Passion”, Haruskah Ditinggalkan?
  • Erlin on Podcast #29: Menyiapkan Anak Belajar Membaca
  • Ika on Podcast #28: Menyusun Jadwal Belajar Keseharian
  • Ellen K on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #4
  • indri on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #4

Visitors

Today: 60

Yesterday: 2103

This Week: 9548

This Month: 16735

Total: 194941

Currently Online: 171

Copyright ©2011-2021 Charlotte Mason Indonesia. All Rights Reserved. || Web Development: Whoups Creative Co.