KONTAK |  KEGIATAN | REKOMENDASI BUKU |

  • TENTANG CM
    • Sekapur Sirih
    • Profil Charlotte Mason
    • 20 Butir Filosofi CM
    • Serial Home Education
    • Leksikon Metode CM
    • Bahan Belajar Metode CM
  • BERITA
  • KOLOM
  • PODCAST
CMIndonesia.com
  • PRINTABLES
    • KERTAS BERGARIS
    • REKOMENDASI BUKU #1
  • BUKU
    • Laman Reseller & Dropshipper
  • ARTIKEL
    • Praktik CM
    • Refleksi CM
    • Pengasuhan
    • Pengembangan Diri
    • Kata Riset
    • Mancanegara
  • RUBRIK
    • Opini
    • Resensi
    • Sosok
    • Tanya Jawab
    • Wawancara
  • TENTANG CM
    • Sekapur Sirih
    • Profil Charlotte Mason
    • 20 Butir Filosofi CM
    • Serial Home Education
    • Leksikon Metode CM
    • Bahan Belajar Metode CM
  • BERITA
  • KOLOM
  • PODCAST
  • PRINTABLES
    • KERTAS BERGARIS
    • REKOMENDASI BUKU #1
  • BUKU
    • Laman Reseller & Dropshipper
  • ARTIKEL
    • Praktik CM
    • Refleksi CM
    • Pengasuhan
    • Pengembangan Diri
    • Kata Riset
    • Mancanegara
  • RUBRIK
    • Opini
    • Resensi
    • Sosok
    • Tanya Jawab
    • Wawancara
September 24, 2014  |  By Ellen K In Pengasuhan
Kalau Anak Bikin Jengkel
Perilaku sulit anak adalah ujian agar kita naik kelas. (Dok. Istimewa)
Perilaku sulit anak adalah ujian agar kita naik kelas. (Dok. Istimewa)
Post Views: 247

Kemarin seorang teman homeschooler curhat tentang insiden emosional antara suaminya dan anak mereka. Dimulai dari si anak loncat-loncat dalam mobil, pegang ini-itu, sampai akhirnya tiba-tiba memindah persneling ketika mobil tengah berjalan. Sang suami kontan marah-marah kepada anak.

Sementara semua drama ini berlangsung, teman saya berusaha tetap diam, karena sudah ada kesepakatan bahwa kalau satu pihak sedang berkonflik atau mendisiplin anak, pihak lain tidak boleh ikut campur – berlaku baik bagi pihak ayah maupun ibu.

Alkisah setelah peristiwa tak menyenangkan itu berlalu dan ayah-ibu bisa ngobrol berdua,  teman saya pun angkat bicara bahwa cara sang suami tadi memarahi anak “sepertinya bukan cara yang benar”. Sang suami ternyata setuju. “Ayah juga tahu kalau itu nggak bener, Bun, tapi harus bagaimana?”

Saya yakin semua orangtua bisa bersimpati dengan si Ayah. Kecuali ada di antara kita yang sama sekali tidak pernah merasakan adanya pertentangan kehendak antara ego kita dengan ego anak – adakah? Emosi yang meluap sampai pikiran terasa buntu, rasanya anak tidak paham kita dan kita tidak paham anak, sering berujung pada praktik teknik-teknik disiplin terburuk. Kita menyesal, tapi nasi sudah terlanjur menjadi bubur.

Bagian dari curhat itu yang paling mengesankan buat saya, terngiang-ngiang sampai pagi ini dan menjadi bahan refleksi saya, adalah ucapan: “Ayah juga tahu kalau itu nggak bener …”

Mengapa? Mengapa kita seringkali melakukan yang kita tahu tidak benar? Atau dalam kondisi lain barangkali: mengapa kita begitu ogahnya sehingga akhirnya tidak mau melakukan yang kita tahu benar?

Tampaknya problem utama yang kita hadapi bukan soal mengendalikan anak-anak, bukan soal mengendalikan orang lain, atau apa pun yang ada di luar diri kita. Problem terbesar kita adalah ketidakmampuan mengendalikan diri sendiri. Dan jika orangtua saja belum mampu mengendalikan diri sendiri, bagaimana kita bisa berharap anak – pendatang baru dalam hiruk pikuk dunia ini – bisa mengendalikan dirinya?

Lantas, apa yang harus kita lakukan agar diri ini bisa lebih kalem dan bijak ketika menghadapi anak yang ‘bikin emosi’?

Pertama-tama, saya pikir, perspektif kita terhadap situasi itu perlu digeser. Tuhan menitipi kita anak-anak memang bukan supaya kita bersantai-santai, tapi untuk berlatih keras. They are our life coach! Mereka hadir agar kita bisa mengenali kemalasan, kesombongan, kebodohan, keegoisan – semua kelemahan jasmani, mental, spiritual kita. Dan mereka akan terus menghadirkan latihan-latihan sampai kita bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan makin baik lagi. Tidak ada reward yang lebih memuaskan daripada keberhasilan dalam mengasuh anak. Tidak ada punishment yang lebih memilukan daripada kegagalan membesarkan mereka.

Langka sekali ada kesempatan lain yang mampu lebih menggugah kita untuk menjalani proses keras transformasi diri secara menyeluruh seperti memiliki anak. Lingkungan kerja mungkin bisa mendidik kita agar lebih disiplin dan produktif, tapi tidak benar-benar menyentuh akar batin kita. Motivasi di balik disiplin dan produktivitas itu biasanya tetaplah bersifat egois. Pergaulan dengan teman-teman di komunitas mungkin bisa menggugah kita agar lebih suka peduli dan berbagi, tapi apakah cukup memotivasi kita untuk latihan sabar dan melayani dari bangun tidur sampai pergi tidur lagi? Bersama rekan-rekan dewasa kita memakai topeng ramah, rajin, sopan, dan sebagainya – tapi di ruang privat kita tetaplah si pemalas yang hobinya ngemil junk food sambil nonton TV atau si ambisius gila kerja yang tak pernah mau jadi nomor dua.

Hanya sedikit orang yang berhasil mengalami perubahan transformatif total tanpa melewati jalan pengasuhan anak. Ada yang menerima panggilan Tuhan lalu mengabdikan diri sepenuh hati di jalan-Nya. Ada yang terilhami oleh suatu ide besar, sehingga rela berjuang sampai mati, entah bagi orang miskin atau bagi bangsa dan negara. Mereka orang-orang besar. Dan kalau kita cermati biografi mereka, tak ada satu pun dari orang besar ini yang jalannya mudah, bukan?

Setelah saya renung-renungkan, terbersit pemikiran bahwa dengan menitipkan anak, Tuhan sedang memberi kesempatan kepada kita – orang-orang biasa yang sangat biasa ini – menjadi orang besar. Jika rencana-Nya berhasil, maka bukan saja akan muncul generasi baru yang sehat-cerdas-berakhlak mulia, tapi juga kita sebagai generasi lama berubah, diluhurkan. Yang pemarah jadi penyabar. Yang pemalas jadi rajin. Yang jorok jadi bersih. Yang penakut jadi pemberani. Yang egois jadi penuh kasih sayang. Yang semula tak bisa mengendalikan diri jadi sepenuhnya tuan atas dirinya sendiri. Seperti bunyi judul buku mbak Aan Wulandari dkk., “Anakku, Tiket Surgaku”.

Dengan sudut pandang ini, alih-alih menyerapahi, kita bersyukur atas setiap godaan, tantangan, dan segala macam konflik emosional yang muncul antara kita dan anak-anak. “OK, Nak, Ayah akan garap latihan ini!” “Trims, Nak, sudah menyadarkan bahwa Ibu perlu belajar lebih keras soal itu!”

Kita bisa memakai resep Charlotte Mason untuk meng-habit training diri kita sendiri. Tiga pilarnya adalah: atmosfir, disiplin, dan ide yang hidup.

Atmosfir. Kita perlu bergaul erat dengan orang-orang atau komunitas yang meneladankan sifat-sifat luhur yang kita harapkan menjadi watak kita. Jauhilah kumpulan atau teman yang menyeret kita dalam kebiasaan-kebiasaan lama yang buruk.

Disiplin. Kemunculan emosi negatif ada kaitannya dengan ritme dan kondisi tubuh. Perbaiki tubuhmu, maka pikiranmu pun ikut jernih. Cobalah berpantang makanan atau minuman kesukaan kita yang kita tahu tidak sehat. Ubah pola diet agar lebih banyak konsumsi sayur dan buah segar. Minum lebih banyak air putih. Olah napas (seperti meditasi atau yoga) dan olah ragalah secara teratur. Banyak-banyaklah berkegiatan di alam terbuka yang masih asri. Istirahat yang cukup. Dari pengalaman pribadi, semua disiplin jasmaniah ini membantu saya mengelola pikiran dan batin.
​
Ide yang hidup. Benak kita butuh diberi makan gagasan-gagasan berharga agar tak kehabisan energi berbuat baik. Sisihkan waktu rutin untuk membaca dan merenungkan buku-buku yang menginspirasi kita tetap maju dan bertumbuh. Mendiskusikan praktik pengasuhan ideal dengan pasangan atau support group juga akan sangat bermanfaat.

Sama sekali bukan proses yang mudah. Tak seorang pun bisa bertransformasi dalam semalam. Mari tapaki jalan pendewasaan ini setahap demi setahap. One day, one step, at a time.

Facebook Comments

Article by Ellen K

Ellen Kristi. Ibu tiga anak homeschooler, praktisi metode CM dan penulis buku "Cinta Yang Berpikir", berdomisili di Semarang. Dapat dihubungi lewat ellenkristi@gmail.com

Previous StoryTeknologi untuk Anak: “Better Late than Early”?
Next StorySekolah itu Penting atau Tidak?

Related Articles

  • ular naga_736_420
    Apa Ruginya Kalau Anak Tidak Kenal Ninabobo dan Tembang Dolanan?
    View Details
  • tumbang anak_736_420
    Menguatkan Fondasi Proses Belajar Anak Sejak Usia Dini
    View Details

no replies

Leave your comment Cancel Reply

(will not be shared)

Charlotte Mason Indonesia

Media informasi pendidikan karakter. Menyajikan beragam berita, gagasan filosofis sampai tips dan trik bagi orang tua dan guru agar berhasil mendidik anak menjadi pribadi yang “berpikir tinggi, hidup membumi.”

Cinta yang Berpikir. Penulis: Ellen Kristi

Terbaru

  • Mendampingi Anak Belajar Seni Berpuisi February 28, 2021
  • DIBUKA: Program Daring “Pelatihan Mendewasakan Emosi” Angkatan #4 February 18, 2021
  • Podcast #35: Belajar Sastra ala Metode CM February 14, 2021
  • Pelajaran Berhitung Pertama Anak Prasekolah February 11, 2021
  • Apa Ruginya Kalau Anak Tidak Kenal Ninabobo dan Tembang Dolanan? February 9, 2021
  • Podcast #34: Tetap Kalem Saat Anak Emosional February 6, 2021
  • Refleksi Seorang Guru tentang Kesalahan Umum Orangtua dan Guru February 5, 2021
  • DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #6 February 3, 2021
  • Yang Harus Dibenahi dalam Pendidikan Sains Kita February 2, 2021
  • Podcast #33: Proses Belajar Menulis Kreatif ala Metode CM January 30, 2021

Arsip

Charlotte Mason Indonesia

Alamat
Jl. Jeruk VII/24
Semarang 50249

Jam Kegiatan:
Senin—Jumat: 9:00AM–5:00PM

POPULER

  • 10 Ciri Pribadi Kekanak-kanakan dan Solusinya 167 views | 0 comments | by admin | posted on September 16, 2017
  • Rilis Rekomendasi Tim Kurikulum CMid Tahap #1 71 views | 0 comments | by admin | posted on February 12, 2019
  • Mendampingi Anak Belajar Seni Berpuisi 68 views | 0 comments | by admin | posted on February 28, 2021
  • Mengapa Anak Tantrum dan Cara Terbaik Menghadapinya 47 views | 0 comments | by Ellen K | posted on August 1, 2012
  • Mitos Gaya Belajar dan Salah Kaprah Kecerdasan Majemuk 33 views | 0 comments | by Ellen K | posted on March 14, 2019

KOMENTAR TERKINI

  • Ellen K on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #6
  • Sizi on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #6
  • Ellen K on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #6
  • Normalita h on DIBUKA: Program Daring “Training for Habit Trainers” Angkatan #6
  • Ardiba on Pendidikan ala CM untuk Keluarga Muslim
  • Ellen K on Membantu Anak Menemukan Tujuan Hidupnya

Visitors

Today: 566

Yesterday: 559

This Week: 4279

This Month: 12684

Total: 245968

Currently Online: 117

Copyright ©2011-2021 Charlotte Mason Indonesia. All Rights Reserved. || Web Development: Whoups Creative Co.